Putusan RSBI Samakan Saja, Tak Perlu Ada Pungutan di Sekolah
shutterstock
JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun pungutan pada sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud), Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan Indonesia (APPI) tetap berharap pungutan ini ditiadakan.
Sekretaris APPI Jumono membenarkan pungutan dalam bentuk donasi sebagai dalih untuk pembenahan sarana-prasarana sekolah berkelas RSBI ini memang sesuai dengan Permendikbud. Namun, hal ini semakin menguatkan bahwa pendidikan yang dianggap berkualitas hanya diperuntukkan bagi kalangan yang mampu.
"Memang ada kuota 20 persen bagi siswa yang tidak mampu. Tapi, masalahnya anak-anak tidak mampu yang secara kualitas pendidikan mampu itu lebih dari 20 persen," ujar Jumono saat dijumpai di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (30/10/2012).
Karena itu, pihaknya ikut mendukung percepatan putusan kasus RSBI yang menggugat Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika gugatan ini dikabulkan, status RSBI akan dihapuskan dan pungutan berdasarkan Permendikbud tersebut juga akan hilang.
"Jadi, semuanya sama dan setara. Tidak ada yang diharuskan untuk memberikan pungutan," jelas Jumono.
Pada kenyataannya pungutan yang disebut sebagai alat untuk perbaikan sarana-prasarana dan kualitas pendidik tidak menunjukkan apa pun. Sarana-prasarana bagi peserta didik masih jauh dari memadai dan kualitas pendidik juga masih kurang mumpuni dalam tataran sekolah bertaraf internasional.
Seperti diketahui, orangtua akan dimintai pungutan secara beragam tergantung tingkatan sekolahnya. Di tingkat sekolah dasar (SD), pungutannya berkisar Rp 175.000-Rp 300.000. Pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP), pungutan berada pada angka Rp 350.000-Rp 750.000.
Sumber
Kompas Edukasi
Sekretaris APPI Jumono membenarkan pungutan dalam bentuk donasi sebagai dalih untuk pembenahan sarana-prasarana sekolah berkelas RSBI ini memang sesuai dengan Permendikbud. Namun, hal ini semakin menguatkan bahwa pendidikan yang dianggap berkualitas hanya diperuntukkan bagi kalangan yang mampu.
"Memang ada kuota 20 persen bagi siswa yang tidak mampu. Tapi, masalahnya anak-anak tidak mampu yang secara kualitas pendidikan mampu itu lebih dari 20 persen," ujar Jumono saat dijumpai di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (30/10/2012).
Karena itu, pihaknya ikut mendukung percepatan putusan kasus RSBI yang menggugat Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika gugatan ini dikabulkan, status RSBI akan dihapuskan dan pungutan berdasarkan Permendikbud tersebut juga akan hilang.
"Jadi, semuanya sama dan setara. Tidak ada yang diharuskan untuk memberikan pungutan," jelas Jumono.
Pada kenyataannya pungutan yang disebut sebagai alat untuk perbaikan sarana-prasarana dan kualitas pendidik tidak menunjukkan apa pun. Sarana-prasarana bagi peserta didik masih jauh dari memadai dan kualitas pendidik juga masih kurang mumpuni dalam tataran sekolah bertaraf internasional.
Seperti diketahui, orangtua akan dimintai pungutan secara beragam tergantung tingkatan sekolahnya. Di tingkat sekolah dasar (SD), pungutannya berkisar Rp 175.000-Rp 300.000. Pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP), pungutan berada pada angka Rp 350.000-Rp 750.000.
Sumber
Kompas Edukasi