Lomba Gambar HUT ke-45 ASEAN

4
Kementerian luar negeri RI dalam rangka HUT ke 45 ASEAN 8 agustus 2012 mengadakan:

Lomba Gambar HUT ke-45 ASEAN

dengan tema "satu komunitas, satu masa depan" untuk meningkatkan kepedulian anak-anak indonesia terhadap pembentukan komunitas ASEAN 2015
  • Deadline penerimaan: tanggal 10 Juli 2012(cap pos)
  • Para pemenang akan diumumkan pada minggu ketiga bulan juli 2012 di website kemlu (www.kemlu.go.id)
Ada 2 kategori peserta sob:
Kategori A: anak usia 6-12 tahun
Kategori B: usia 13-18 tahun

Hadiah tiap kategori:
  1. Juara I    : Rp 4 juta +piagam penghargaan
  2. Juara II   : Rp 3 juta +piagam penghargaan
  3. Juara III  : Rp 2 juta + piagam penghargaan
Selengkapnya bisa sobat lihat pada gambar di bawah ini:

lomba gambar anak asean

Sumber: http://www.kemlu.go.id/Pages/InformationSheet.aspx?IDP=59&l=id

Sumber
Info Lomba 

LOMBA ESSAY NASIONAL FORMANU KE-7 UNAIR

Iklan by: Kartunet.com
1
AYO IKUTI LOMBA ESSAY NASIONAL FORMANU KE-7 UNAIR

Dengan Tema:
“PEMUDA DI TENGAH BADAI KRISIS IDENTITAS”
 
Pengumpulan naskah di perpanjang sampai 30 Juni 2012 Pukul 23.59 (update)

Topik:
a.Pemuda dan ego golongan
b.Pemuda dan sosial media
c.Quo vadis pemuda

Peserta:
tingkat SMA (sederajat) dan tingkat MAHASISWA se INDONESIA

Ketentuan umum:
  • Tulisan adalah karya orisinil dan belum pernah dimuat dimedia massa atau diikutkan dalam lomba apapun
  • Naskah sesuai format sebagai berikut: a. Bahasa Indonesia yang baik dan benar | b. Times New Roman 12 pt | c. Spasi 1,5 | d. Margin atas 3 cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm | e. Kertas A4 | f. Panjang essay 1000-1200 Kata
  • Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat

Persyaratan:
-Melampirkan scan identitas: kartu tanda pelajar atau kartu tanda mahasiswa
-Melampirkan curriculum vitae dan nomor telpon yang bisa dihubungi

Pengiriman:
Dikirimkan dalam bentuk soft file ke email: lombaessayformanu@gmail.com
Dengan format judul (subject email): EssayF7_Kategori_Topik_Judul
contoh: EssayF7_SMA_Pemuda dan Ego Golongan_Pemuda Indonesia yang Pluralis

Naskah di terima paling lambat 30 Juni 2012 pukul 23:59 WIB naskah peserta menjadi hak panitia (update)

Hadiah:
30 Naskah terbaik akan diterbitkan dalam buku antology essay “Pemuda di Tengah Badai Krisis Identitas” dan dibagikan GRATIS kepada organisasi mahasiswa dan pemuda di seluruh Indonesia.

a. tingkat MAHASISWA:
- juara 1 : trophy, sertifikat tingkat nasional dan uang tunai Rp 1.000.000
- juara 2 : trophy, sertifikat tingkat nasional dan uang tunai Rp 750.000
- juara 3 : trophy, sertifikat tingkat nasional dan uang tunai Rp 500.000

b.tingkat SMA (sederajat):
- juara 1 : trophy, sertifikat tingkat nasional dan uang tunai Rp 800.000
- juara 2 : trophy, sertifikat tingkat nasional dan uang tunai Rp 600.000
- juara 3 : trophy, sertifikat tingkat nasional dan uang tunai Rp 400.000

CP: ROSI (089-676-197-30-4)
Add & Follow dibawah ini untuk keterangan lebih lanjut:
www.facebook.com/formanu7unair
www.twitter.com/for7unair

Presented by:
PMII AIRLANGGA
FORMANU UNAIR 7
FORUM MAHASISWA NAHDLATUL ULAMA
sumber : kiriman email dari panitia
NB ! Silahkan Copy paste, dengan tetap mencantumkan sumber dengan backlink ke blog info-lomba.com juga. Trims :-)
Follow twitter kami: @infolomba_indo

Sumber
Info Lomba

Digugat ke PTUN, Pilrek UI Ditunda

DEPOK – Agenda besar Universitas Indonesia (UI) untuk memilih rektor pada 7 Agustus mendatang harus tertunda. Hal ini terjadi lantaran terdapat gugatan terhadap UI yang dilayangkan oleh kelompok eks-Senat Universitas (SU) yang dibubarkan ketika dibentuknya masa transisi beberapa waktu lalu.

Sebagai informasi, SU saat itu dibubarkan karena terdapat kekisruhan di UI mengenai landasan hukum menggunakan PP 66 atau PP 152. Saat itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengeluarkan keputusan agar UI membentuk transisi dan tetap mempertahankan Majelis Wali Amanat (MWA) dan pembubaran SU. Hingga akhirnya kini terbentuk MWA yang baru diketuai oleh Said Agil Siradj dan juga pembentukan Senat Akademik Universitas (SAU).

Tidak terima, saat itu ex-Senat Universitas (SU) menggugat UI ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Pada 12 Juni PTUN mengeluarkan putusan seka yang salah satu klausulnya berbunyi, semua kegiatan di UI tidak boleh dilakukan sampai ada keputusan dari PTUN, termasuk pemilihan rektor.

“Kami MWA tentu harus mematuhi putusan sela PTUN tersebut. Kami ingin agar hukum dipatuhi, sampai ada putusan akhir PTUN dan juga keputusan Mendikbud nanti. Karena itu pemilihan rektor harus tertunda, ada perubahan schedule,” ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Rektor UI, Endriartono Sutarto saat berbincang dengan Okezone, Jumat malam (23/6/2012).

Terkait dengan jadwal demisioner Rektor UI saat ini, yakni Gumilar Rusliwa Somantri pada 14 Agustus mendatang, Endriartono mengungkapkan, keputusan itu tergantung PTUN. Opsi lainnya, kata dia, bisa saja menunjuk pejabat rektor sementara (PJS) sampai pemilihan rektor dilakukan.

“Ini yang masih kami bahas. Hasil putusan sela itu masih kami pelajari, apa masa jabatan rektor diperpanjang atau menunjuk pejabat sementara. Pemilihan rektor jadwalnya masih tergantung hasil PTUN,” tuturnya.

Padahal, lanjutnya, setelah pendaftaran rektor dibuka, banyak bakal calon rektor yang sudah mengambil berkas. Jumlahnya, kata dia, lebih dari 10 orang. “Saya tidak memperhatikan satu per satu siapa saja orangnya, yang jelas sudah lebih dari 10. Ada juga yang dari Australia,” ungkapnya.(mrg)(rhs)
 
Sumber

"Rumah Belajar" Situs media belajar siswa


Untuk lebih mudah mengenal fungsi dari situs ini, kalian bisa langsung mengunjungi situs tersebut dengan mengklik link di bawah ini
Rumah belajar

WAJIB BELAJAR 12 Tahun Dimulai 2014

SOLO--Program wajib belajar (wajar) 12 tahun rencananya akan dimulai 2014. Saat ini Kemendikbud sedang mencari data dan bahan pengayaan sebagai persiapan untuk merealisasikan program tersebut.
Kasi Kurikulum Bidang Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo, Budi Setiono, mengungkapkan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kemendikbud telah meminta informasi dari sejumlah sekolah di Solo tentang kebutuhan SMA/SMK, dengan menggelar diskusi di SMKN 2 Solo, Kamis (21/6). “Ada enam kepala SMA dan enam kepala SMK yang diundang. Mereka dari sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional-red) dan SSN (Sekolah Standar Nasional (SSN),” jelasnya saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Jumat (22/6/2012).
Kemarin, terangnya, petugas dari Puslitbang Kemendikbud menanyakan apa kendala setiap sekolah, berapa biaya operasional yang dibutuhkan, apa perbedaan kebutuhan antara sekolah RSBI dan SSN serta bagaimana mekanisme pelaporan bantuan yang bersumber dari pusat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi dan APBD kota.
Jika wajar 12 tahun diterapkan, ungkapnya, kemungkinan besar SMA/SMK akan mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagaimana jenjang SD dan SMP. Saat ini jenjang SMA/SMK baru menerima bantuan Rintisan BOS senilai Rp120.000/tahun atau Rp10.000/bulan.
“Kalau wajar 12 tahun diterapkan, konsekuensinya bantuan dari pemerintah harus bertambah,” ungkapnya.
Guliran program tersebut, katanya, bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Sehingga semua warga Indonesia minimal mengenyam bangku pendidikan hingga level SMA.

Sumber

Pelajaran Seni Penting untuk Otak Kanan

BANDUNG,(PRLM).-Pendidikan seni tidak boleh dipandang sebelah mata karena sebagai penyeimbang dan pengembanan otak kanan. Selama ini pendidikan di Indonesia lebih kepada otak kiri yang bersifat matematis, dan logis.
"Melalui seni membuat semua pelajaran akan lebih muda diserap oleh para siswa," kata praktisi pendidikan dari Inggris, Alison Victoria, saat seminar "Metode Pendidikan Seni bagi Guru" yang diadakan Kerukunan Istri Bank Jabar Banten (BJB) di aula Kibar, Selasa (19/6).
Menurut Alison, dengan seni bisa membuat seseoang untuk lebih mengekspresikan dirinya dan peduli kepada sesama. "Pendidikan Indonesia memang sering dikekang aturan, namun bukan berarti aturan itu jelek. Aturan Indonesia tak bisa kita campakkan lalu diganti dengan aturan dari Amerika," katanya.
Alison menambahkan, sejak kecil seorang anak harus dibiasakan untuk bisa berdisiplin, namun haru s ada waktu khusus untuk eksplorasi seni. "Bisa saja dalam pelajaran di kelas selama sejam, maka pelajaran bisa selama 40 menit dan sisanya bisa bebas berekspresi," katanya.(A-71/A-107)***

Sumber

Selamatkan Sekolah Kita!

Selamatkan Sekolah Kita!Sekolah itu candu. Demikian ungkap mantan Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher. Tak berlebihan memang, jika melihat profil sekolah yang kini menjadi semakin bias perannya dan cenderung bersifat formalitas.

Celakanya, kapitalisasi pendidikan menyebabkan sekolah kena dampaknya, yakni terjadinya fenomena disorientasi tujuan pendidikan. Sekolah menjadi mandul untuk menghasilkan peserta didik yang berpengetahuan luas, berkarakter, serta memiliki keterampilan hidup.

Sedih rasanya, jika mencermati sekolah hanya berfungsi sekadar menjadi tempat lalu-lalang guru dan murid. Interaksi "jual beli pengetahuan" antara guru dan murid hanya berlangsung dalam sebuah kotak ajaib bernama ruang kelas. Kehangatan hubungan antara guru dan murid semakin jarang, karena terlalu fokus untuk menuntaskan pencapaian materi kurikulum dan persiapan menghadapi ujian sekolah.

Pengajaran jadi agenda utama aktivitas di sekolah. Proses pembinaan dan peneladanan kerap diabaikan. Padahal, Inkeles & Dreeben (1968) percaya bahwa sekolah dapat memberikan efek terhadap sikap hidup para pelakunya, hanya melalui proses interaksi sosial yang berlangsung di sekolah. Bukan karena faktor pemberian materi pengajaran.

Sekolah benar-benar telah kehilangan kewibawaannya. Contoh, sekolah tidak memiliki standar kriteria dalam pemberian penghargaan dan hukuman bagi para siswanya.

Aneh rasanya, jika semua siswa "dipaksa" untuk lulus ujian di bidang akademik. Padahal faktanya, ada sebagian dari mereka memang tidak berbakat di bidang itu.

Di sisi lain, para siswa yang menonjol di bidang non-akademik justru kurang mendapatkan perhatian dan fasilitas untuk berkembang. Ujian nasional mendapat tempat utama untuk menguji kemampuan akademik siswa. Namun, anak yang hebat membuat komik, misalnya, mereka harus gigit jari karena tidak ada ujian nasional membuat komik. Nasib serupa akan dirasakan siswa yang memiliki kehebatan di bidang non-akademik lainnya.

Sistem persekolahan kita belum mampu menjadikan guru sebagai sumber inspirasi keteladanan, sosok yang layak digugu dan ditiru. Di mana guru melalui perilakunya sehari-hari di dalam kelas, dijadikan model oleh para siswa.

Bagaimana mungkin guru bisa menjadi teladan kalau bekerjanya tak pernah bisa sepenuh hati. Hidupnya dibiarkan apa adanya.

Ada apa dengan hidup guru, itu tak pernah dijadikan persoalan serius oleh pemerintah kita. Gurunya saja naik sepeda ontel, sedangkan siswanya turun dari sedan BMW, apa kata dunia?

Profesi guru kerap dilecehkan, bahkan diinjak-injak. Wajar rasanya jika sekolah tak pernah disesaki oleh guru yang layak diteladani oleh siswanya.

Mereka yang hadir di depan kelas mungkin tak harus peraih penghargaan "guru teladan". Tetapi, mereka adalah orang pilihan yang paham akan tugas dan tanggung jawabnya yang teramat besar.

Dalam bingkai cerita yang sama, sekolah harus kita amankan dari ancaman perilaku monopoli. Bowles & Gintis (1975) menyebutnya dengan istilah "penjinakan". Artinya, sekolah jadi tempat utama untuk menghasilkan peserta didik yang manut pada sistem yang dibuat di sekolah.

Kesadaran kritis siswa menjadi tumpul karena mereka hanya mempelajari semua yang ada di buku. Generasi text book thinking, produk sekolah macam ini. Parahnya, apa yang mereka pelajari di buku pun kadang tak pernah benar-benar mereka pahami dan lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah ini dimiliki oleh mereka yang mengklaim dirinya "penguasa sekolah".

Kekuasaan dan uang berlimpah mereka investasikan di sekolah, dengan maksud untuk melanggengkan keinginannya. Apa yang ada di isi kepala penguasa sekolah, itulah visi sekolah yang sesungguhnya. School only for profit.

Andai sekolah menjadi komoditas politik dan ekonomi, bencana terbesar bagi dunia pendidikan kita. Pendidikan semakin kehilangan ruhnya. Sekolah hanya akan menjadi tempat eksklusif, karena hanya dihuni peserta didik dari kalangan kelas sosial tertentu saja. Education for all, basa basi saja. Artinya, sekolah hanya akan menjadi lembaga yang direkayasa untuk melanggengkan kelas sosial tertentu.

Collins (1971) menyebut sekolah sebagai tempat untuk mendapatkan "modal budaya". Karena itu, wajar jika sekolah dalam konteks ini lebih banyak mengajarkan "budaya kelas atas". Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak modal budaya yang mereka dapatkan untuk dapat diterima budaya kelas sosial yang lebih tinggi.

Di masyarakat modal budaya, kelas menengah atas selalu dihargai lebih tinggi untuk menduduki jenis profesi bergengsi. Realita ini sekaligus menjawab pertanyaan, mengapa banyak orang berlomba-lomba mengejar pendidikan setinggi mungkin.

Gengsi dan eksistensi, ini alasan utama bersekolah. Tegasnya, sekolah menjadi barang mahal karena hanya bisa dijangkau oleh orang-orang berduit saja. Mereka akan bayar berapa pun harganya demi mendapatkan akses dalam strata kehidupan kelas sosial menengah atas. Celakanya lagi, bila sekolah macam ini menutup diri dari kelas sosial bawah. Sesungguhnya, keberadaan sekolah tidak terlalu menolong untuk merombak struktur sosial yang tak adil di masyarakat. Orang miskin dilarang sekolah, inilah persoalan kita.

Dalam bahasa UU Sisdiknas (UU RI No. 20 Tahun 2003), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Mari cermati kalimat itu.

Semua peserta didik harus belajar, tanpa kecuali. Sekolah, salah satu tempat terbaik bagi peserta didik untuk belajar melalui proses pembelajaran. Pembelajaran sendiri punya makna sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Tugas pemerintah adalah menyiapkan pendidik yang profesional dan berkarakter, serta menyediakan segala infrastruktur pendidikan agar peserta didik dapat belajar.

Ada apa dengan sekolah kita? Mari lebih kritis melihat apa yang terjadi di sekolah agar investasi di bidang pendidikan tidak seperti membeli kucing dalam karung. 



Asep Sapa'at
Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa


Sumber

Minat Siswa ke Perguruan Tinggi Islam Meningkat


Kompas.com - Dirjen Pendidikan Islam, Prof. Nur Syam, menyatakan animo siswa untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi agama Islam negeri (PTAIN) pada 2012 semakin tinggi, terbukti dengan meningkatnya jumlah calon mahasiswa.
  
Pada tahun 2011 tercatat sebanyak 22.000 calon mahassiwa, sementara pada 2012 melonjak menjadi 54.636 calon mahasiswa atau naik 150 persen. Dari jumlah tersebut, mereka akan memperebutkan kuota 52 ribu kursi dari 760 program studi (prodi) di 52 PTAIN yang tersebar di seluruh Indonesia.
    
Nur Syam mengatakan, PTAIN yang paling banyak diminati adalah Universitas Ar Raniri Aceh sebanyak 5.029 orang, disusul UIN Sultan Syarif Kasim Riau 3.063 orang, UIN Raden Patah Palembang 2.850, IAIN Sumut 2.534, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.551, uin Kalijga DI Jogja 2.392, UIN Malang 2.793, UIN Alaudin Makassar 3.251, IAIN Raden Intan Lampung 2.297, UIN Sunan Ampel Surabaya 1.172.
    
Meningkatnya animo masyarakat memasukkan PTAIN itu merupakan gambaran perguruan tinggi Islam makin dikenal. Di sisi lain ekspektasi masyarakat pun makin tinggi pula. Hal ini juga merupakan respon terhadap ilmu-ilmu yang dikembangkan di PTAIN.
   
Ada tiga ranah keilmuan yang diunggulkan dan dikembangkan PTAIN, yakni keilmuan Islam murni, keilmuan sosial yang meliputi humaniora dan sains dan integrasi ilmu agama sosial dan humaniora.
   
Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) PTAIN 2012 dimulai 19 Juni 2012 dan diumumkan 13 Juli mendatang dengan sistem online.

Sumber

Ujian Mandiri Diusulkan Jadi Ujian Tulis Bersama PTN


JAKARTA, KOMPAS.com - Ujian mandiri yang menjadi kewenangan masing-masing perguruan tinggi negeri, diusulkan dapat dilakukan secara bersama-sama pada tahun 2013.
Ujian mandiri bersama ini, untuk menggantikan seleksi nasional ujian masuk perguruan tinggi negeri jalur tulis yang bakal dihapus.

"Tahun 2013 rencananya SNMPTN tulis dihapus, diganti SNMPTN undangan saja. Meski demikian, tetap ada keinginan untuk tetap memiliki ujian masuk PTN secara tertulis, yang sifatnya bersama-sama dengan mengalihkan ujian mandiri jadi ujian tulis bersama," kata Akhmaloka, Ketua Bidang Penerimaan Mahasiswa Baru Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Indonesia, yang dihubungi dari Jakarta, Selasa (19/6/2012).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan dukungan Komisi X DPR, akan membebaskan biaya pendaftaran SNMPTN mulai tahun 2013. Namun, pemerintah menghendaki adanya SNMPTN undangan saja, yang selama ini dikenal sebagai jalur untuk siswa berprestasi di SMA/SMK sederajat pada tahun 2013.

Adapun ujian mandiri dikelola tiap PTN lewat berbagai jalur, dengan kuota maksimal 40 persen. Ada yang dilaksanakan tanpa tes, ada juga yang melalui tes tertulis. Dalam ujian mandiri, peserta tidak bisa memilih PTN lintas daerah, kecuali ujian mandiri yang dilakukan gabungan beberapa PTN. 
"Kami tidak ingin menyulitkan masyarakat, karena itu nanti akan tetap ada ujian tulis bersama. Apakah namanya tetap SNMPTN jalur tulis atau berubah, ini perlu dibahas lagi bersama-sama," ujar Akhmaloka yang juga Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB).

Tiap PTN bisa saja mengalihkan semuajalur mandiri ke ujian tulis bersama, bisa juga sebagian. "Tetapi ini masih perlu dibahas lagi di antara pimpinan PTN," ujar Akhmaloka. 

Sumber

Pendidikan Asingkan Budaya Bernalar

Oleh Iwan Pranoto


Dalam pembangunan republik ini, sejak 1970-an pendidikan kerap dianggap kemewahan, bukan kebutuhan. Penyediaan pendidikan bermutu dinomorduakan dibanding penguatan ekonomi. Kebijakan seperti ini berbahaya.

Budaya pendidikan dunia memodelkan pembangunan berdasarkan intelektualitas. Karena sumber daya alam terbatas serta jagat semesta rentan terhadap gangguan, pembangunan berkelanjutan perlu berpusat pada intelektualitas. Implikasi dari model ini, masyarakat belajar serta budaya belajarnya yang tumbuh mengakar jadi penggerak utama pembangunan setiap negara.

Suka atau tidak, pendidikan merupakan lokomotif terdepan pembangunan. Kesejahteraan bangsa serta kekokohan ekonomi bergantung mutlak pada pendidikan. Ekonomi kokoh dapat dicapai jika pendidikan kuat.

Penerapan model ini butuh prasyarat: tujuan pendidikan negara harus dirumuskan dengan akurat. Kecakapan yang diperkirakan dibutuhkan di masa depan harus dikenali dan dianalisis. Dari sana kemudian dibuat standar pendidikan. Oleh karena itu, pertanyaan utama dan pertama yang mutlak dikaji pemimpin negara adalah: ”Kecakapan strategis apa yang perlu dibelajarkan?”

Kecakapan abad ke-21

Di pengujung abad ke-20, dua peneliti—Richard J Murnane (Harvard Kennedy School) dan Frank Levy (MIT)—melakukan riset bersama guna menjawab pertanyaan di atas. Murnane (pakar kebijakan pendidikan) dan Levy (pakar ekonomi urban) mengkaji kecenderungan jenis kecakapan yang kian dibutuhkan dan tak dibutuhkan dunia kerja.

Berdasarkan data tahun 1969-1998, mereka mengungkapkan bahwa kecakapan memecahkan masalah tak rutin dan kecakapan berkomunikasi kompleks semakin dibutuhkan. Pada saat komputer serta teknologi informasi semakin berdaya, banyak masalah rutin dapat dipecahkan oleh mesin. Sebaliknya, manusia justru semakin dibutuhkan pada pemecahan masalah tidak rutin. Kecakapan kedua yang juga semakin dibutuhkan adalah kecakapan berkomunikasi kompleks, seperti kecakapan seorang manajer dalam memotivasi stafnya.

Hal yang paling drastis menurun kebutuhannya adalah kecakapan kognitif rutin. Kecakapan seperti menghafal serta kecakapan berpikir tingkat rendah semakin tak diperlukan.

Berdasar penelitian itu, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merumuskan Programme for International Student Assessment (PISA) guna menjawab pertanyaan: ”Seberapa siap pelajar di dunia di akhir masa wajib sekolahnya, yakni umur 15, untuk menguasai kecakapan abad ke-21?”

Untuk Indonesia, hasilnya memang buruk. Ini dapat dibaca di situs OECD. Mengapa pelajar kita begitu buruk pencapaiannya di PISA? Kita pasti sepakat anak-anak kita tidak bodoh. Lalu, mengapa hasilnya buruk?

Jawabnya sederhana. Anak- anak kita telah ditunjukkan arah belajar kecakapan yang salah. Analoginya, anak-anak kita seperti dibekali kompas yang rusak untuk berpetualang. Mereka dibuat fokus mengejar kecakapan kedaluwarsa, seperti kognitif rutin itu. Sebaliknya, anak-anak kita sangat jarang diberi kesempatan mengembangkan kecakapan abad ke-21, seperti bernalar tingkat tinggi.

Insentif bagi pelajar yang berhasil mengembangkan kecakapan modern tersebut justru nyaris tak terdengar. Bukan maksud tulisan ini mengatakan bernalar tingkat rendah tak diperlukan lagi, tapi harus ada keseimbangan antara kecakapan bernalar tingkat rendah dan tingkat tinggi.

Sampai kini sangat sulit meyakini adanya upaya serius dan sistematis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menindaklanjuti hasil PISA guna meningkatkan pencapaian dua kecakapan tadi. Rangkaian kebijakan pendidikan nasional yang dicanangkan justru kerap bertolak belakang dengan upaya penguasaan dua kecakapan itu.

Budaya belajar

Kecemasan sebagai motivasi atau pemaksa belajar tentu sangat bertentangan dengan upaya mewujudkan masyarakat belajar yang sepatutnya senang belajar dan menghargai proses bernalar. Penggunaan kecemasan sebagai motivator belajar juga bertentangan dengan teori belajar, yang meletakkan motivasi intrinsik sebagai prinsip utama dalam proses belajar untuk memahami.

Kesukacitaan belajar dan penghargaan pada proses bernalar adalah jiwa masyarakat belajar. Sebagai tambahan, pemanfaatan informasi di masa ini jauh lebih bernilai dibandingkan nilai informasinya sendiri. Masalah penyimpanan dan sistem pencarian informasi sudah dipecahkan oleh Google. Sungguh absurd jika pelajar kita justru difokuskan mengejar kecakapan yang sudah dapat dikerjakan mesin.

Ironisnya, praktik pendidikan di republik ini justru berpusat pada kecakapan seperti mesin itu. Proses bernalar dengan sengaja diasingkan dari pendidikan. Dalam pembelajaran matematika, khususnya, bukannya bernalar tingkat tinggi yang dibelajarkan di ruang kelas, melainkan justru kecakapan kedaluwarsa, seperti berhitung cepat dan menghafal rumus tanpa makna.

Alasan klise bahwa para guru kita tak mampu membelajarkan kecakapan bernalar mungkin saja ada benarnya, tetapi jika guru mampu pun, mereka tidak akan membelajarkan kecakapan bernalar tingkat tinggi. Mengapa? Salah satunya karena model dan sistem ujian nasioanl (UN) kita.

Sistem UN yang dominan pada kecakapan menghafal informasi semata ini jadi alasan sahih mengapa para pelajar kita, juga gurunya, menghindari proses bernalar tingkat tinggi. Siswa dan guru akan bertanya: mengapa perlu memahami bagaimana membuktikan Dalil Pitagoras, jika UN tak pernah mengujinya. Yang dituntut di UN toh sekadar bagaimana memasukkan angka- angka ke rumus a2+b2>c2'>.

Akibatnya, siswa menjadi sangat lemah dalam pemahaman matematikanya serta kecakapan bernalarnya. Jika pengasingan budaya bernalar melalui UN bermutu buruk ini dilanjutkan, bangsa kita sangat mungkin akan kesulitan melibatkan diri dalam pembangunan dunia di masa depan. Dampaknya, ekonomi kita pun akan hancur.

Untuk menyuburkan kembali budaya bernalar, perlu gerakan penyadaran bersama tentang pentingnya bernalar pada era sekarang. Perguruan tinggi di seluruh daerah dapat menciptakan forum semacam ”Akademi Sabtu”, tempat guru bersama akademisi menyegarkan budaya bernalar serta meningkatkan kemampuan guru membelajarkan kecakapan bernalar.

Sebelum melanjutkan penggunaan UN untuk kelulusan, Kemdikbud harus membenahi hal berikut. Standar isi dibenahi dengan tujuan menyiapkan pelajar menguasai kecakapan modern. Lembaga pendidikan guru perlu menekankan penguasaan konsep dan teori belajar, bukan administrasi mengajar.

Sistem UN Matematika perlu dirombak agar mampu mengukur kecakapan bernalar tingkat tinggi. Misalnya, dengan menambahkan daftar rumus yang dibutuhkan dan dilekatkan pada berkas ujian. Hal seperti ini diterapkan pada berbagai tes profesional. Konsekuensinya, UN akan melibatkan tuntutan yang lebih bermakna ketimbang sekadar ”tahu” atau ”ingat” rumus. Yang juga sangat penting, berbagai pernyataan Kemdikbud harus mengirimkan pesan pentingnya budaya bernalar dan belajar.

Iwan Pranoto Guru Besar ITB

Sumber


Menyoal Biaya, Guru, dan Mutu Pendidikan

MALANG - Hari Pendidikan Nasional, Senin (2/5), diperingati mahasiswa dan aktivis pendidikan di berbagai daerah dengan beragam isu. Mahalnya biaya pendidikan, rendahnya kesejahteraan guru, dan tuntutan akan perbaikan mutu pendidikan, merupakan isu menonjol dalam aksi unjuk rasa di Medan, Sumut; Bandar Lampung, Lampung; Garut dan Karawang, Jabar; Malang, Jatim; Pontinak, Kalbar; Kupang, NTT, dan Gorontalo.
Diwarnai pembakaran baju seragam sekolah di depan Kampus Universitas Islam Negeri Malang, Komunitas Merdeka Malang (Komma), menolak komersialisasi pendidikan. Komersialisasi pendidikan dianggap menghambat masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan.
Di Pontianak, massa dari berbagai elemen menentang implementasi badan layanan umum (BLU) bidang pendidikan. Mereka menilai konsep BLU hanya memberi akses bagi anak orang kaya untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Puluhan mahasiswa di Universitas Negeri Gorontalo juga menyoal biaya pendidikan dengan menuntut realisasi anggaran pendidikan 20 persen, sesuai amanat konstitusi.
Di Bandar Lampung, pengunjuk rasa mendesak pemerintah agar konsekuen melaksanakan pendidikan gratis hingga 12 tahun. Mereka juga menuntut pemerintah menyediakan layanan pendidikan tinggi yang terjangkau, sembari memerhatikan nasib para guru honorer yang hidupnya jauh dari standar layak.
Tuntutan akan pencegahan kapitalisasi pendidikan antara lain juga disuarakan 400 mahasiswa/pelajar di Medan. Aksi ini melibatkan 200 buruh.
Di Garut, Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Garut setempat meminta pemerintah memerhatikan kesenjangan kualitas pendidikan antarwilayah.
Sementara itu, warga yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat NTT, menuntut perhatian pemerintah terhadap nasib guru honor dan sekolah-sekolah swasta. Mereka juga mendesak pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menyediakan lapangan pekerjaan bagi lulusan perguruan tinggi, serta memberantas buta aksara yang masih menyebar di pelosok NTT.(DIA/MKN/CHE/JON/KOR/APO/PRA/MHF/AHA)

Sumber

Norwegia Jadi Pilihan untuk Studi ke Luar Negeri

JAKARTA - Kuliah di luar negeri menjadi pilihan banyak orang untuk melanjutkan pendidikan mereka. Tiap negara berlomba-lomba untuk menarik pelajar internasional dengan memperbaiki kualitas pendidikan serta berbagai fasilitas pendukung bagi mereka.

Amerika Serikat, Jepang, Korea, maupun Australia merupakan sejumlah negara yang sering menjadi destinasi favorit para pelajar. Ternyata Norwegia pun patut menjadi pertimbanganmu. Norwegia merupakan salah satu negara dengan sistem kesejahteraan terbaik. Sebesar 10 persen dari penduduknya merupakan mahasiswa. Minat para pelajar Indonesia di negeri tersebut juga cukup baik.

Sayangnya, belum banyak mahasiswa ITS yang menjadikan Norwegia sebagai destinasi menimba ilmu. Padahal ITS memiliki ikatan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Trondheim Norwegian University of Science and Technology, atau dalam bahasa daerah Norwegia disingkat sebagai NTNU. Sebanyak 36 program master internasional ditawarkan NTNU. Persyaratannya hampir serupa dengan universitas internasional lainnya, hanya saja NTNU tidak melakukan tes wawancara dalam penerimaan calon mahasiswa.

Salah seorang alumni ITS yang juga mengenyam pendidikan di S-3 di Norwegia, Iwan Halim Saputra berbagi cerita mengenai beasiswa Norwegia untuk mahasiswa ITS. Alumni Jurusan Teknik Fisika ITS ini memaparkan beberapa keuntungan yang dapat diraih ketika menjadi mahasiswa di Norwegia. ''Di sana, mahasiswa S-3 dianggap sebagai pegawai sehingga digaji per bulan,'' tutur Iwan, seperti dilansir dari ITS Online, Kamis (21/6/2012).

Dia bertutur, SKS di Norwegia menggunakan standar Eropa, yaitu EETS. Dalam setahun mahasiswa dibebani 60 EETS. ''Bagi mahasiswa S-1 dan S-2, kategori E merupakan nilai minimal kelulusan dengan kategori F sebagai nilai terendah,'' ungkapnya.

Biaya semester yang dibayarkan untuk perguruan tinggi biasanya berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta. Sementara untuk berkomunikasi, penduduk Norwegia lebih menyukai bahasa daerah mereka. ''Tidak usah khawatir, 99 persen masyarakatnya fasih berbahasa Inggris,'' Iwan menambahkan.

Tidak hanya informasi mengenai beasiswa, sharing session yang diselenggarakan International Office ITS ini juga banyak mengenalkan budaya dan kehidupan di Norwegia. Iwan yang sebelumnya menamatkan pendidikan S-2 di Inggris juga bercerita mengenai kehidupan di negara multikultur tersebut. ''Ada midnight sun di Norwegia, jadi sepanjang hari tidak ada malam, matahari bersinar terus,'' cerita alumni angkatan 1994 itu.

Menurut Iwan, ada beberapa program beasiswa Norwegia yang bisa diakses, salah satunya adalah Quota Scheme. Program ini memiliki kontrak yang unik, 60 persen dari beasiswa yang diberikan pemerintah Norwegia merupakan pinjaman untuk penerima beasiswa. Walau begitu, pinjaman tersebut dianggap lunas jika setelah lulus penerima beasiswa langsung kembali ke Indonesia.(mrg)(rhs)
 
Sumber

Perhatian Pemerintah pada Buku Masih Sangat Kurang

 
JAKARTA, KOMPAS.com — Perhatian pemerintah terhadap penerbitan buku masih kurang, bahkan hampir tidak ada insentif untuk mendorong penerbitan buku. Akibatnya, minat baca masyarakat tetap rendah dan industri buku juga tidak berkembang.

Jumlah buku yang diterbitkan, misalnya, hanya sekitar 10.000 judul buku per tahun. Jumlah ini sama dengan Malaysia yang penduduknya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia.

”Vietnam bahkan bisa menerbitkan 15.000 judul buku per tahun, Jepang 40.000, India 60.000, dan China sekitar 140.000 judul buku per tahun,” kata Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Cabang DKI Jakarta Afrizal Sinaro, Senin (18/6/2012).

Ia mengatakan hal itu dalam kunjungan ke Redaksi Kompas dan diterima Wakil Pemimpin Umum Kompas St Sularto. Kunjungan ini juga dalam rangka Jakarta Book Fair 2012 yang akan berlangsung di Istora Senayan Jakarta 23 Juni-1 Juli 2012.

Hikmat Kurnia, Wakil Ketua Ikapi Cabang Jakarta, mengatakan, dana pemerintah untuk perbukuan sebenarnya sangat besar, terutama untuk sekolah dan perpustakaan. Namun, kucuran dana ini tidak pernah dievaluasi dampaknya terhadap minat baca masyarakat.

M Anis Waswedan, Wakil Ketua II Ikapi Jakarta, dan Andreas Haryono, Kepala Bidang Pengembangan Budaya Baca Ikapi Jakarta, mengatakan, harga buku di Indonesia relatif mahal karena dikenai beragam pajak, mulai dari pajak kertas, pajak pendapatan penulis, hingga pajak buku. Harga buku bisa lebih murah jika pemerintah mau mengurangi pajak. (THY)

Sumber

Diskriminasi di RSBI Terjadi Sejak Proses Pendaftaran

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listiyarti, menilai diskriminasi di sekolah-sekolah berlabel Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) telah terjadi sejak dimulainya pendaftaran.
Salah satunya bisa dilihat dari proses pendaftaran sekolah RSBI (jenjang SMA) yang mendahului proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) dari waktu yang telah ditetapkan. "Saya tak peduli apapun alasannya, tapi diskriminasi di RSBI telah terjadi sejak proses pendaftaran," kata Retno kepada Kompas.com, Rabu (20/6/2012), di Jakarta.
Retno, yang juga merupakan seorang guru di SMAN 13 RSBI Jakarta Utara ini menjelaskan, proses PPDB di sekolahnya telah berakhir pada 14-16 Juni 2012 lalu. Padahal, sesuai jadwal, PPDB jenjang SMA di wilayah DKI Jakarta baru akan dimulai pada 6 Juli mendatang.
"Proses PPDB yang mendahului jadwal adalah bentuk diskriminasi. Bahkan untuk kelas internasional, proses PPDB telah dilakukan sejak akhir Mei 2012," ujarnya.
Dilanjutkan olehnya, perlakuan diskriminasi pada PPDB RSBI juga nampak dari sejumlah syarat yang berbeda dengan proses PPDB di sekolah-sekolah reguler. Di RSBI, penerimaan siswa ditentukan oleh nilai Ujian Nasional (UN), dan nilai hasil ujian tulis. Untuk nilai UN, diberikan bobot sebesar 40 persen, dan hasil ujian tulis bobotnya sebesar 60 persen yang berasal dari empat mata pelajaran, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS.
"Belum lagi nilai rapor yang rata-ratanya harus 7. Padahal di sekolah reguler tidak ada prasyarat serumit itu," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah menentukan jadwal PPDB, yakni mulai 27 Juni 2012 sampai 6 Juli 2012. Setelah itu, verivikasi calon peserta didik akan dilakukan pada 2 Juli sampai hari pengumumannya, yakni 6 Juli 2012 di sekolah tujuan.
Setelah itu, para siswa yang telah diterima diharuskan melakukan lapor diri pada 7-10 Juli 2012 di sekolah tujuan. Bersamaan dengan itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan mengumumkan jumlah kursi yang kosong pada 10 Juli 2012. Untuk tahap kedua, pendaftaran secara online akan dibuka mulai 10-13 Juli 2012. Disusul dengan verivikasi data dan pengumuman pada 12-13 Juli 2012 di sekolah tujuan. Sehari setelahnya, pada 14 Juli 2012 para siswa yang diterima diwajibkan melakukan lapor diri ke sekolah tujuan. 

Sumber

Berkat Ketekunan, Berlibur Gratis ke Luar Negeri

KOMPAS.com - Bulan Juni hingga Agustus adalah waktu yang dinanti-nanti para pelajar dan mahasiswa untuk menikmati libur panjang kenaikan kelas atau ujian akhir semester dengan berbagai kegiatan menyenangkan yang tidak sekadar seru, namun juga mendatangkan manfaat. Apalagi bila memiliki kesempatan mendapatkan liburan gratis ke luar negeri yang menjadi impian semua orang. Kenapa tidak?

Tahun lalu saya ikut, tetapi tiga artikel yang saya kirim lolos sebagai juara ketiga. Sekarang juara dua dan baru bisa ke Belanda.
-- Ricky Mardiansyah

Pun, tak sekadar gratis biaya akomodasi dan perjalanan selama berada di luar negeri. Hal lain yang juga lebih penting adalah "oleh-oleh" pengalaman dan wawasan baru untuk memperkaya ide-ide saat kembali ke bangku sekolah dan kampus.
Kesempatan seperti itu memang langka. Tak heran, begitu kesempatan itu ada, peminatnya sangat banyak sehingga perlu usaha keras dan kompetitif, seperti program rancangan Nuffic- Netherlands Education Support Office (Neso) Indonesia, yaitu lembaga perwakilan resmi bidang pendidikan tinggi Belanda, yang baru saja mengumumkan dua nama pemenang Kompetiblog "Studi di Belanda".
Kompetiblog adalah kompetisi menulis artikel tentang Belanda untuk masyarakat umum berusia antara 17-44 tahun. Otomatis sasaran utamanya adalah pelajar dan mahasiswa. Tahun ini, ajang tersebut memasuki tahun keempat sejak digelar pada 2009.
"Ini merupakan ajang adu kemampuan mengeluarkan pendapat dalam bentuk artikel dengan tema yang sudah ditentukan oleh Nuffic Neso Indonesia," kata Education Promotion Manager Netherlands Education Officer (NESO), Inty Dienasari.
Pemenangnya terbilang sangat beruntung. Hanya dengan menulis artikel, mereka bisa pergi berlibur sekaligus menimba ilmu ke ke Belanda. Dua pemenang itu adalah Nurlela dengan artikel berjudul "Musuh Bebuyutan yang Membuat Bangsa Belanda Kreatif" dan Ricky Mardiansyah dengan artikelnya "Rumus E mc2, Rahasia Kesuksesan Belanda".
Asyik, tentu saja. Mereka berdua akan mengikuti program summer school periode Juli-Agustus tahun ini.
Minat bahasa asing
Ricky Mardiansyah adalah lulusan Sastra Perancis di Universiats Padjajaran, Bandung. Ia menjajal kemampuannya bersaing dengan para penulis lain yang sama-sama berkeinginan meraih pengalaman belajar bahasa di luar negeri dengan biaya gratis. Sebagai juara dua, ia memeroleh hadiah studi musim panas di Belanda selama dua minggu dan kompetisi tersebut menjadi kali kedua yang diikutinya.
"Tahun lalu saya ikut, tetapi tiga artikel yang saya kirim lolos sebagai juara ketiga. Namun tidak mengurangi minat saya untuk terus mencoba. Bagi saya, Belanda adalah impian sejak kecil. Sekarang juara dua dan baru bisa ke Belanda," ujarnya.
Lain Ricky, lain pula keberuntungan I Ketut Ari Guna Septiasa, siswa SMA dari Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Jika Ricky meraih liburan gratis melalui kompetisi menulis, I Ketut Ari Guna Septiasa pada liburan kenaikan kelas kali ini akan menikmati perjalanan gratis ke Jepang berkat keberaniannya menjajal kemampuan berpidato dalam Bahasa Jepang yang diselenggarakan sebuah kursus bahasa Jepang, Pandan College, di kawasan Bumi Serpong Tangerang.
"Minat generasi muda untuk mau belajar bahasa asing di luar Bahasa Inggris memang masih relatif rendah. Apalagi untuk bahasa yang terbilang sulit, seperti Bahasa Jepang. Karena selain mengucapkan, juga harus memiliki kemampuan menulis dalam huruf Kanji sehingga banyak anak muda tidak bertahan lama mengikuti kursus Bahasa Jepang," kata Komisaris Pandan College Richard Susilo.
"Kami ingin, semakin banyak generasi muda Indonesia mengenal, bahkan mendalami Bahasa Jepang. Lomba pidato bahasa Jepang ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi pelajar dan anak muda Indonesia untuk belajar lebih baik lagi bahasa Jepang," katanya.
Jepang, menurut Richard, adalah negara yang membuka peluang besar di bidang pendidikan, transfer ilmu pengetahuan, seni dan budaya, potensi wisata dan kesempatan bekerja. Untuk itulah, dengan menguasai Bahasa Jepang, kesempatan mengenal lebih dekat dengan Negeri Sakura itu akan lebih terbuka.
"Kami ingin mendorong generasi muda kita menguasai banyak bahasa, di antaranya Jepang, sebab berbagai teknologi dan ilmu pengetahuan di berbagai bidang dapat kita pelajari dari negara itu. Karena itu, kemudian kami menyelenggarakan lomba pidato terbuka bagi anak muda Indonesia berusia sampai dengan 24 tahun," katanya.
Tetapi, patut disayangkan, lomba pidato dalam Bahasa Jepang masih kurang peminat. Padahal, sosialisasi penyelenggaraannya sudah dilakukan dengan berbagai cara, termasuk ke sekolah-sekolah dan kampus.
Sayang sekali, tentunya. Jumlah pendaftar hingga batas waktu penutupan lomba hanya sebanyak 12 orang dari Jabodetabek dan Bali. Dua pemenangnya akan mendapat hadiah tiket gratis ke Jepang dan diharapkan mereka akan lebih dekat lagi, serta mengerti dan memahami Jepang, bukan hanya dari segi bahasa, tetapi juga dari segi budayanya.
"Kita harapkan anak muda Jepang juga berbondong-bondong ke Indonesia untuk saling mengenal satu sama lain. Apabila mereka saling kenal, dan bahkan menjadi sahabat satu sama lain, saya yakin masa depan hubungan kedua negara akan semakin kental semakin baik, bukan hanya antar manusia tetapi juga di segala bidang kemasyarakatan, sosial, ekonomi dan politik," papar tokoh filatelis Indonesia ini.
Berlibur sambil bekerja
Penguasaan bahasa asing dengan cara tinggal bersama keluarga penutur asli di negaranya merupakan salah satu cara belajar bahasa yang efektif. Pengalaman ini bukan hanya membuat pembelajar bisa fasih berbahasa asing. Hal yang penting adalah juga mampu mengenal budaya negara tersebut.
Kegiatan tinggal bersama keluarga penutur asli di negara yang bahasanya ingin dikuasai biasanya menjadi tawaran belajar sekaligus berlibur di musim liburan sekolah nanti. Program yang dinamakan homestay ini juga ditawarkan sekolah Bahasa Jepang di Indonesia. Selama satu minggu, peserta akan tinggal di rumah keluarga Jepang dan diajak mengenal teknologi otomotif dengan mengunjungi pabrik otomotif terbesar di Jepang.
Richard menjelaskan, program homestay belajar Bahasa Jepang ini untuk mengisi masa liburan anak sekolah Indonesia pada Mei dan Juni ini dengan biaya sebesar 325 ribu Yen atau setara Rp 28 juta.
Belajar bahasa sambil bekerja juga ditawarkan oleh International Language Center Anugerah, Denpasar, Bali. Peserta kursus Bahasa Jepang bisa mengambil program lanjutan 1,5 tahun belajar sambil bekerja di sebuah perkebunan anggrek "Japan Orchid", yang bertindak sebagai pendukung program bagi peserta selama berada di negara tersebut.
"Peserta akan belajar menggunakan kemampuan bahasanya sambil bekerja di kebun anggrek dengan mendapat gaji dari perusahaan tersebut selama 1,5 tahun," kata Wakil Direktur ILC Anugerah, I Made Ardana Putra.
Rasanya, apapun caranya, mereka yang sudah mengambil kesempatan emas tersebut tentu bergembira. Mereka mengisi liburannya dengan menimba pengalaman di luar negeri tanpa harus menanggung biaya. Kuncinya tidak jauh-jauh, kemauan keras disertai ketekunan untuk rajin-rajin mencari tahu dari internet dan mengunjungi lembaga nonprofit pemberi beasiswa atau program semacam homestay ke luar negeri.
Siap mencari kesempatan lagi tahun depan? Selamat mencoba!

Sumber
Kompas Edukasi

Anggaran Pendidikan Naik, tetapi ke Mana Larinya?


 
JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari, mengatakan, pungutan yang terjadi di sekolah dan perguruan tinggi tetap ada, dan jumlahnya cenderung meningkat hampir di setiap tahunnya. Kondisi ini, menurutnya, berbanding terbalik dengan kenaikan anggaran pendidikan nasional yang mencapai Rp 286,6 triliun untuk tahun anggaran 2012. Angka ini lebih tinggi dibandingkan anggaran tahun sebelumnya, Rp 266,9 triliun.

"Harusnya dengan peningkatan anggaran, pungutan di sekolah dan uang kuliah dapat menurun tanpa harus mengurangi mutu layanan pendidikan itu sendiri," kata Tari, Kamis (21/6/2012) di Jakarta.

Ia menilai, tidak berpengaruhnya kenaikan anggaran pendidikan terhadap pengurangan biaya dan peningkatan mutu pendidikan terjadi karena praktik korupsi di sektor pendidikan yang semakin marak.

"Anggaran pendidikan telah menjadi bancakan ramai-ramai antara pemerintah pusat dan daerah, anggota DPR/DPRD, serta pengusaha yang terkait dengan pendidikan," ujarnya.

Berdasarkan catatan ICW, dalam kurun 2004-2011, penegak hukum telah menindak pelaku korupsi pendidikan sebanyak 233 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp 138,2 miliar. Pelaku korupsi tersebar mulai dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinas pendidikan, kepala sekolah, anggota DPR, dan anggota DPRD. 

Sumber

ICW: Kalau Kemdikbud "Disclaimer" Lagi, Parah!

 
JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Senior Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menyayangkan status disclaimer (tanpa opini) yang kembali disematkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Pernyataan itu disampaikannya, setelah menerima laporan dari BPK terkait status disclaimer tersebut.

"Kami terima laporan itu langsung dari BPK beberapa hari lalu. Ini sangat disayangkan karena tahun lalu Kemdikbud mendapatkan status yang sama atas laporan keuangannya," kata Febri kepada Kompas.com, Kamis (21/6/2012) di Jakarta.

Febri menjelaskan, status disclaimer akan diberikan kepada kementerian/lembaga yang laporan keuangannya tidak sesuai dengan apa yang diterapkan oleh BPK. Dalam hal ini, Kemdikbud merupakan satu-satunya kementerian yang mendapat status negatif (disclaimer) atas laporan keuangannya.

"Jika tahun lalu statement saya adalah Kemdikbud seperti keledai, maka tahun ini lebih parah," ungkapnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari BPK dan pihak Kemdikbud. Akan tetapi, dalam banyak kesempatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh beserta jajarannya optimistis tidak akan mendapatkan status disclaimer. Nuh beralasan, status disclaimer baru akan ditetapkan jika BPK menemukan kejanggalan pada laporan keuangan sebesar satu persen dari total anggaran di suatu kementerian ataupun lembaga.

Dalam perhitungannya, status laporan keuangan Kemdikbud minimal adalah wajar dengan opini. Bahkan, dengan percaya diri, mantan Rektor ITS ini optimistis akan menerima status wajar tanpa pengecualian.

Pada 6 Juni lalu, Nuh menampik informasi bahwa laporan keuangan Kemdikbud disclaimer. Berdasarkan exit meeting antara Mendikbud dan BPK, laporan keuangan Kemdikbud menurutnya jauh dari status disclaimer.
Nuh menjelaskan, dari hasil exit meeting ditemukan adanya dana Rp 614 miliar yang penggunaan dan laporannya (nilai temuan) tidak jelas. Akan tetapi, setelah ditelisik secara internal oleh Kemdikbud, temuan itu menyusut menjadi Rp 82 miliar. 

Sumber

MANGGARAI TIMUR Duh, Anak Pejabat Terima Beasiswa Miskin

BORONG, KOMPAS.com — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menyoroti adanya dugaan anak oknum pejabat di Kabupaten Manggarai Timur, khususnya di Kecamatan Pocoranaka, yang menerima bantuan beasiswa miskin (BSM) yang dicairkan belum lama ini.

Sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Manggarai Timur, Frumensius Frederik Anam, saat diminta tanggapannya tentang hal ini, Rabu (20/6/2012), mengatakan, yang layak menerima BSM adalah anak dari orangtua kategori miskin.

Sementara anak dari orangtua yang berstatus pegawai negeri tidak layak menerima BSM tersebut. Namun, di Kecamatan Pocoranaka, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, ditemukan anak-anak dari pejabat yang menerimanya.

"Kami sangat menyesali kinerja dari aparat pemerintah di Manggarai Timur, di mana anak dari orangtua yang berstatus PNS menerima bantuan BSM, sementara anak sekolah dasar dari orangtuanya miskin tidak menerima," ungkapnya.

Komisi C akan memanggil Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Manggarai Timur dengan menggelar rapat kerja terkait dengan laporan dari masyarakat. 

Sumber

Info Penerimaan Peserta Didik Baru SMAN 1 Jetis 2012/2013

Penerimaan Peserta Didik Baru 2012/2013

Tanggal : 17/06/2012

INFORMASI PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU ( PPDB )
SMA NEGERI 1 JETIS
TAHUN PELAJARAN 2012/2013


Pendaftaran peserta didik SMA Negeri 1 Jetis dilakukan dengan cara Offline.
Pendaftaran akan dimulai dari tanggal 2, 3 dan 4 Juli 2012.


A. DAYA TAMPUNG
SMA Negeri 1 Jetis Tahun Pelajaran 2012 / 2013 sejumlah 192 siswa

B. PERSYARATAN PENDAFTARAN
1. Berusia setinggi-tingginya 21 tahun pada tanggal 1 Juli 2012
2. Belum pernah menikah/tidak menikah selama di SMA.
3. Menyerahkan Formulir yang telah diisi (dimasukkan dalam stof map) dilampiri :
   a. SKHUN asli.
   b. Fotokopi Ijazah dilegalisir 2 lembar.
   c. Fotokopi SKHUN 2 lembar
   d. Pasfoto 3 x 4 hitam putih  4 lembar
   e. Untuk peserta dari luar Provinsi :
      - Rekomendasi dari Dinas Kabupaten/ Kota asal/ Kemenag asal sekolah siswa
      - Surat Bebas NAPZA dari Rumah Sakit Pemerintah.
      - Akta perwalian dari keluarga di Bantul
4. Surat rekomendasi penghargaan prestasi dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota, khusus bagi calon siswa yang memiliki prestasi.


C. JALUR  BEASISWA PRESTASI
Berdasar dari Program Kerja Sekolah tentang PPDB ( Penerimaan Peserta Didik Baru ) Tahun Pelajaran 2012/2013, SMA Negeri 1 Jetis menyelenggarakan program Beasiswa Prestasi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dari Keluarga tidak mampu
2. Siswa-siswa dengan jumlah Nilai Ujian Nasional Lebih Dari atau sama dengan 36,00

Beasiswa yang kami tawarkan berupa bebas biaya pendidikan selama 1 tahun di SMA Negeri 1 Jetis dengan evaluasi setiap semester berdasarkan laporan hasil belajar siswa (raport) masuk peringkat 10 besar kelas paralel dan penilaian kepribadian amat baik.

Daftar SMP Kabupaten Bantul yang mendapat tawaran Beasiswa Prestasi :
- SMP NEGERI 1 BANTUL
- SMP NEGERI 2 BANTUL
- SMP NEGERI 3 BANTUL
- SMP NEGERI 1 PANDAK
- SMP NEGERI 1 SANDEN
- SMP NEGERI 2 SANDEN
- SMP NEGERI 1 KRETEK
- SMP NEGERI 2 KRETEK
- SMP NEGERI 1 SRANDAKAN
- SMP NEGERI 2 SRANDAKAN
- SMP NEGERI 1 PAJANGAN
- SMP NEGERI 1 SEWON
- SMP NEGERI 2 SEWON
- SMP NEGERI 1 BANGUNTAPAN
- SMP NEGERI 3 BANGUNTAPAN
- SMP NEGERI 1 IMOGIRI
- SMP NEGERI 2 IMOGIRI
- SMP NEGERI 3 IMOGIRI
- SMP NEGERI 1 PLERET
- SMP NEGERI 2 PLERET
- SMP NEGERI 3 PLERET
- SMP NEGERI 1 JETIS
- SMP NEGERI 2 JETIS
- SMP NEGERI 3 JETIS

D. SELEKSI
Calon Siswa yang diterima SMA Negeri 1 Jetis Tahun 2012/2013 Berdasarkan Seleksi Nilai Ujian Nasional



E. PENGUMUMAN HASIL SELEKSI

Hari        : Kamis
Tanggal   : 5 Juli 2012
Pukul      : 10.00 WIB
Tempat   : SMA Negeri 1 Jetis

F. DAFTAR ULANG
Hari         : Kamis dan Jum'at
Tanggal   : 5 dan 6 Juli 2012
Waktu     : Setelah pengumaan (jam kerja)
Tempat   : SMA Negeri 1 Jetis

Persyaratan PPDB 2012 sesuai dengan SK Kepala Dinas Pendidikan Menegah dan Nonformal Kabupaten Bantul Nomor 01 Tahun 2012

Sumber
Portal SMAN 1 Jetis

Laporan Kejuaraan Skybattle 2012

Salam Olahraga !
Pertarungan para ksatria telah berakhir dan meninggalkan senyum dan pelukan para sahabat. Kejuaraan tahunan yang diselenggarakan oleh Jakarta Banteng Rugby Club yang bekerjasama dengan SMA Labschool Kebayoran berjalan dengan lancar dan terkendali. Tahun ini turnamen kembali diadakan di lapangan pertamina Simpurg pada Hari Rabu, 28 Maret dan berlangsung satu hari penuh. Dalam pembukaan acara dihadiri oleh Ketua Umum Persatuan Rugby Union Indonesia (PRUI) Pak Dicky Natapradja, perwakilan sponsor dari Britmindo (Bapak Alan Nye dan David Nye), Medikaloka (Bapak Darius Sadeli), Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta (Bapak Tanu), Koni Daerah DKI Jakarta (Bapak Iwan Barata) dan Kepala Sekolah Labschool Kebayoran.
Kejuaraan diikuti oleh SMA Darunnajah yang menyandang juara bertahan, SMA Labschool Kebayoran sebagai tuan rumah, SMA Pangudi Luhur, SMA AL-Chasanah dan dua SMA debutan baru yaitu SMA Maria Josep Kelapa Gading dan SMK Nurul Ilmi. Selain pertandingan tim Putra, dalam kejuaraan ini juga diadakan Pertandingan Tim Putri dengan Touch Rugby antara SMA Labschool Kebayoran vs SMA Marie Josep Kelapa Gading.
Setelah pertandingan di fase penyisihan grup lalu berjuang di final akhirnya didapat:
Winner Shield direbut oleh SMK Nurul Ilmi,
Winner Bowl dimenangkan oleh SMA Labschool Kebayoran,
Winner Plate oleh SMA Al-Chasanah dan
Winner Cup dimenangkan oleh SMA Pangudi Luhur.
Kami mengucapkan terimakasih banyak atas dukungan dari semua pihak terutama dari sponsor Britmindo, Medikaloka dan rekan kami SMA Labschool yang sudah tiga tahun berturut turut mengadakan bersama turnamen ini.
Demikian laporan singkat dari Kami, Wasalam.
Maju Terus Rugby Indonesia……!



Cuplikan Video

 Sumber

Wide Shot Edisi 1 Februari 2012 metrotvnews.com

Rugby mempunyai potensi menjadi olahraga baru di kalangan pelajar Indonesia. Pada postingan bulan lalu telah diperlihatkan kompetisi Rugby tingkat SMA di Jakarta, kali ini akan ditampilkan liputan Wide Shot edisi 1 Januari yang membahas mengenai salah satu klub rugby asal jakarta "Jakarta Banteng RC". Untuk lebih lengkapnya silahkan mengklik video dibawah ini


Tak Harus Pilih PTN



UJIAN NASIONAL telah berlalu. Sekira 2,58 juta siswa SMA sederajat telah mengikutinya. Pengumuman kelulusan pun sudah diinformasikan 26 Mei lalu. Bagi mereka yang ingin kuliah, memilih perguruan tinggi menjadi tujuan selanjutnya. Ada 46 universitas negeri, enam institut negeri, dan 19 politeknik negeri sudah menanti. Selain itu, ada 2.700 perguruan tinggi swasta PTS dengan 11 ribu jurusan dan program studi siap dipilih. Oleh karena itu, para siswa harus jeli dalam menentukan perguruan tinggi mana yang baik untuk dirinya.

Sampai saat ini, perguruan tinggi negeri (PTN) masih menjadi tujuan utama para calon mahasiswa baru. Mengapa? Pertama, masyarakat masih mempunyai pandangan bahwa masuk PTN biayanya lebih murah dibanding perguruan tinggi swasta (PTS). Padahal sejak otonomi kampus diberlakukan, biaya kuliah antara PTS dan PTN tidak jauh berbeda. Memang paradigma ini sedikit demi sedikit memudar. Namun, jumlahnya masih terbilang minim, seperti terlihat dari orangtua calon mahasiswa yang menyuruh anaknya mendaftar di PTS.

Kedua, jaminan mutu pendidikan yang ada di PTN dipandang lebih berkualitas, jika dibandingkan dengan PTS. Mengapa? Karena sebelum otonomi kampus diberlakukan, PTN mendapat alokasi dana besar untuk memperbaiki kualitas pendidikan di kampus. Hal ini tentu berbeda dengan yang dihadapi oleh PTS. Paradigma yang menganggap bahwa PTS mempunyai kualitas rendah disebabkan oleh mereka tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah, sebelum otonomi kampus diberlakukan.

Ketiga, kualitas dosen atau pengajar di PTN dipandang lebih baik, mumpuni, dan berkualitas dibanding dengan PTN. Padahal, saat ini hampir tidak ada bedanya kualitas dosen dalam kampus karena sudah ada sistem sertifikasi. Sistem ini telah “menyamakan” antara dosen di PTN dengan di PTS, dengan syarat membuat karya ilmiah atau melakukan penelitian. Dan masih banyak alasan lainnya mengapa kebanyakan masyarakat Indonesia lebih memilih PTN daripada PTS.

Keempat, PTN lebih mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, sehingga dengan fasilitas yang memadai tersebut bisa menunjang pendidkan kampus yang berkualitas tinggi. Memang, fasilitas sangat menentukan kemajuan pendidikan, di samping kualitas para pendidiknya. Namun, sekarang ini banyak PTS yang mempunyai fasilitas lengkap. Bahkan, lebih lengkap jika dibandingkan dengan PTN. Meski demikian, sampai saat ini PTN masih menjadi primadona bagi siswa ketika memilih perguruan tinggi.

Padahal, tidak selamanya PTS tak berkualitas. Buktinya, banyak PTS yang berani bersaing dengan PTN, baik dalam segi keilmuan, fasilitas, maupun lulusan. Selain itu, banyak PTS yang akreditasinya tidak kalah dengan PTN. Namun, masyarakat kita masih belum sadar dengan fakta itu, sehingga PTS masih dicap sebagai alternatif nomor dua setelah PTN.

Sejatinya, tak ada perbedaan yang esensial antara PTS dan PTN. Dulu, PTS dikenal dengan biaya mahal, kini keadaannya sudah “setara” sejak otonomi kampus diberlakukan. PTS sesungguhnya juga mempunyai tujuan ingin mengantarkan para mahasiswa menjadi sarjana-sarjana yang berkualitas, sehingga mampu membawa bangsa kita ke arah yang lebih baik.

Oleh karena itu, memilih PTS menjadi tujuan yang ideal saat ini. Ada beberapa keuntungan dalam memilih PTS, di antaranya adalah jika mahasiswa baru yang mengikuti tes jalur khusus lebih besar peluangnya diterima. Selain itu, mereka akan mendapat dispensasi biaya karena ikut tes jalur khusus PTS, asalkan mereka yang mendaftar bukan jenis “buangan” dari seleksi PTN, tetapi benar-benar minat masuk PTS.

Mahasiswa yang mendaftar lebih awal di PTS, biasanya juga akan diprioritaskan untuk mendapatkan beasiswa dari kampus. Karena itu, mendaftar di PTS terlebih dahulu merupakan sebuah “perjudian” yang mungkin saja bisa berakibat baik pada mahasiswa ke depannya. Kalaupun mereka juga menginginkan mendaftar di PTN, memilih PTS terlebih dahulu juga sangat berpeluang. Baru jika nanti tidak diterima di PTS, maka mencari PTN adalah sebuah solusi.

Keuntungannya tidak hanya itu, bagi calon mahasiswa yang sudah diterima di PTS dan dia juga menginginkan masuk PTN, maka dia akan dengan tenang mengikuti SNMPTN. Sekali lagi, apabila gagal dalam SNMPTN, dia pun tidak begitu merasa terpukul, karena sudah punya PTS. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya memilih PTS sebagai tempat belajar yang diinginkan.

Akreditasi juga penting kita ketahui dalam rangka memilih perguruan tinggi. Saat ini, banyak PTS yang terakreditasi baik oleh Badan Akkreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT). Tak jarang, PTN juga kurang bagus akreditasinya.  Selain itu, sistem birokrasi kampus sekarang ini ditengarai banyak terjadi penyelewangan kekuasaan atau korupsi. Itu sebabnya, banyak kampus yang kurang maju dan berkualitas, karena minimya fasilitas dan tenaga kampus yang korup.

Dalam rangka memilih perguruan tinggi, pastikan calon mahasiswa tahu akreditasi dari jurusan yang dipilihnya. Tujuannya, agar bisa kuiah yang berkualitas, tidak asal kuliah saja. bagi yang sudah terlanjur mendaftar di PTN tetapi tidak diterima, maka tidak ada salahnya mencoba PTS yang berkualitas. Atau yang baru akan mendaftar ke PTN, sebaiknya ikuti dulu seleksi PTS, supaya jika nanti tidak diterima di PTN, maka telah mempunyai PTS yang sudah jelas menerimanya.

PTN dan PTS sama saja tergantung kita sebagai mahasiswa berproses di dalamnya. Semangat mahasiswa Indonesia! Kita pacu semangat kita untuk memperbaiki bangsa yang telah terpuruk ini. Kita yang berkualitas pun akan membawa Indonesia ke arah yang lebih maju. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

Mokhamad Abdul Aziz
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
IAIN Walisongo Semarang, Aktivis HMI Cabang Semarang
Peneliti di Monash Institute

(//rfa)
Sumber

Beasiswa S-1 di University of Queensland Australia

University of Queensland, Australia, membuka program beasiswa strata satu (S-1) pada Fakultas Sains. Penerima beasiswa pada program Science International Undergraduate Excellence Scholarships ini akan mendapatkan total 12 ribu dolar Australia atau sekira Rp112,04 juta (Rp9.336,5 per dolar Australia), yang akan dibayarkan 6.000 dolar Australia (Rp56,01 juta) pada semester satu dan dua.
Sementara itu, program Science International Undergraduate Merit Scholarships meliputi fasilitas biaya studi total 5.000 dolar Australia atau sekira Rp46,68 juta, biaya ini dibayarkan 3.000 dolar Australia (Rp28,009 juta) pada semester pertama dan 2.000 dolar Australia (Rp18,67 juta) pada semester kedua.

Beasiswa ini bisa kamu dapatkan jika kamu memilih program-program studi tertentu, yakni Agribisnis, Agrikultur, Sains Terapan, Sains Biomedis, Bioteknologi, Manajemen Lingkungan, Ilmu Lingkungan, Teknologi Pangan, Ilmu Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Perencanaan Wilayah dan Tata Kota, Sains, dan Ilmu Kedokteran Hewan. Pendaftaran beasiswa ditutup pada 31 Oktober 2012. Kamu bisa mengalamatkan lamaranmu ke alamat:

Study Fund
Institut Ranke-Heinemann
Information Center Vienna
Theresiengasse 32/2
1180 Vienna
Tel: 01 4060224
www.ranke-heinemann.at
wien@ranke-heinemann.at

Jadi, kamu masih memiliki waktu untuk mempersiapkan diri, kan? Kamu bisa mencari informasi selengkapnya di laman http://www.science.uq.edu.au. Semoga berhasil!(rfa)
Sumber

Ujian Nasional: Kejujuran yang Semu

BOCORNYA kunci jawaban Ujian Nasional (UN) selalu terjadi setiap tahun. Kisah ini pun ibarat ritual yang hampir tidak bisa dipisahkan dengan UN. Di satu sisi, Kemendikbud menuntut kejujuran siswa dalam mengikuti UN. Di sisi lain, siswa memperjuangkan hak–hak mereka yang dirasa telah “dirampas” oleh UN dengan melakukan berbagai hal, termasuk berbuat curang.
Tentu Anda masih mengingat ketika 2010 lalu Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan perihal UN. MA melarang UN yang digelar Kemendikbud, ketika itu masih bernama Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Alasannya, para tergugat, yakni presiden, wakil presiden, menteri pendidikan nasional, dan ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah lalai memenuhi kebutuhan hak manusia di bidang pendidikan dan mengabaikan peningkatan kualitas guru.Tetapi sampai saat ini, pemerintah tetap melaksanakan UN sebagai perangkat kelulusan siswa. Kenyataan ini adalah bukti ketidakjujuran pemerintah.

Guru memiliki kisah tersendiri dalam dunia pendidikan Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum, untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) banyak guru di Indonesia yang menggunakan uang pelicin (ketidakjujuran). Hal ini tidak hanya terjadi ketika ujian menjadi PNS, tetapi juga ketika pelaksanaan program sertifikasi guru. Di era internet saat ini tentunya arus informasi akan sangat mudah didapatkan oleh siswa, dan mereka tentu mengetahui kisah ketidakjujuran para guru di Indonesia ketika mengikuti ujian PNS ataupun sertifikasi guru.

Perlu kita pahami tujuan pendidikan nasional dalam UUD ‘45 Pasal 31, ayat 3 yang menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”. Dan diperjelas lagi oleh UU Sisdiknas tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional dalam pasal 3, yakni:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam tujuan pendidikan nasional sangat jelas disebutkan, akhlak mulia adalah cita-cita dari pendidikan Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan ini, tentunya kita semua tidak hanya bisa memaksa para siswa untuk melakukan kejujuran ketika pemerintah dan para guru justru memberikan contoh buruk dengan melakukan ketidakjujuran terhadap siswa.

Prof Hamid Hasan dalam bukunya Menggugat Ujian Nasional mengatakan bahwa mutu pendidikan itu ditentukan oleh lingkungan belajar yang bermutu. Lingkungan bermutu tersebut terbentuk oleh berbagai faktor, antara lain faktor fasilitas mengajar, interaksi belajar, bahan belajar, dan suasana belajar. Bagaimana jadinya mengharapkan terbentuknya akhlak yang mulia lewat UN sementara lingkungannya mencontohkan para siswa untuk tidak jujur?

Saat ini pendidikan Indonesia memang tidak cukup hanya melakukan propaganda “Jujur Itu Hebat” ala Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi para siswa membutuhkan teladan yang baik di lingkungan mereka belajar. Sudah menjadi tugas semua elemen baik pemerintah, guru, dan masyarakat untuk membentuk lingkungan yang nyata bagi para pelajar dalam upaya belajar menjadi manusia yang berakhlak mulia.

Muhamad Ihsan
Mahasiswa Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
(//rfa)
Sumber

Industri Pendidikan

PERKEMBANGAN kompleksitas perekonomian pada abad ini menjadi hal yang dikejar-kejar manusia. Hasrat untuk mendapatkan kecukupan dan bahkan kelebihan ekonomi merupakan tolok ukur kesuksesan manusia. Selain karena kebutuhan manusia semakin meningkat dengan perkembangan teknologi, terdapat juga budaya populer prestise agar tidak terlihat miskin ataupun sederhana. Layaknya rantai makanan dalam kelompok manusia, kita berlomba-lomba dalam mencapai kemapanan ekonomi dalam arena kapitalisasi.

Sejak kecil, prospek masa depan kita sudah diarahkan sesuai dengan cita-cita, meskipun banyak yang tidak memilikinya juga. Hal ini merupakan langkah awal penuntutan kita agar dapat bersaing di masa depan dalam usaha mencapai kecukupan ekonomi. Pendidikan yang sesuai dengan bakat dinilai dapat menyukseskan kita dalam arena persaingan ekonomi. Untuk itu, di ranah pendidikan formallah sebagian besar harapan peluang sukses dalam perekonomian diletakkan. Pada kenyataannya memang benar, budaya peradaban kita saat ini menuntut hal tersebut. Sebuah rasionalisasi yang tidak mudah diubah hanya dengan revolusi.

Sistem pendidikan Indonesia memang digunakan sebagai sarana pencerdasan anak bangsa sejak awal masa kebangsaan. Anak bangsa yang memiliki kesempatan memperoleh pendidikan cenderung akan memiliki posisi penting di dalam masyarakat, karena pada zaman awal kenegaraan masihlah sedikit yang menekuni dunia pendidikan. Hal ini mengakibatkan, kesempatan untuk memperoleh pendidikan ini digunakan sesuai dengan keadaan waktu itu, yaitu mencari cendekiawan dan ahli dari negeri sendiri untuk mengalihkan imperialisasi dari ahli luar negeri. Meskipun, asal-usul adanya cendekiawan dalam negeri masih di bawah kekuasaan orang asing.

Saat ini, setelah milenium 2000, dunia pendidikan di Indonesia berkembang dengan banyaknya wadah-wadah infrastruktur pendidikan. Menjamur, dan berkembang sesuai dengan upaya pembangunan bangsa. Program-program pemerintah untuk menggalakkan pendidikan merupakan angin segar dalam era kekinian. Namun, setelah mengetahui harapan terbesar mencukupi ekonomi adalah dengan pendidikan, masyarakat dengan segala upaya pun ingin masuk ranah pendidikan dan mengejar status pendidikannya. Nantinya, status pendidikan inilah yang akan digunakan sebagai alat untuk menciptakan uang. Dengan bermodalkan catatan legal hitam di atas putih dari instansi, siapa pun berhak mendapatkan kesempatan posisi dalam jabatan. Selanjutnya, muara yang sama juga akan mengalir pada ekonomi.

Kembali lagi pada masalah kecenderungan persaingan. Menjamurnya instansi pendidikan yang dapat mengeluarkan catatan legal hitam di atas putih, akan memunculkan kembali bentuk upaya segala cara agar dapat memilikinya. Dalam hal ini, masalah-masalah di dalam dunia pendidikan dalam era industrialisasi muncul. Masyarakat memiliki kecenderungan agar dapat memiliki gelar pendidikan untuk bekerja mencari uang. Tidak peduli bagaimana pola persaingan secara pendidikan, yang terpenting adalah mendapatkan catatan hitam di atas putih instansi pendidikan yang nantinya akan berguna untuk proses mendapatkan pekerjaan. Layaknya robot-robot yang diprogram untuk mengikuti keinginan situasi, gejala kolektif ini tidak akan ada bedanya dengan pola kehidupan sebelumnya secara nilai.

Dengan mengatasnamakan pendidikan, industrialisasi dapat muncul dimana pun selama manusia membutuhkan uang untuk hidup. Bahkan jika melihat kondisi ini, sebuah perubahan pencerdasan pun tidak begitu dipahami nilainya, karena uanglah yang membuat kita bersaing, bukan dalam pendidikan. Industri pendidikan ini hanyalah contoh nyata bahwa dalam dunia pendidikan ini juga bukanlah tempat sebenarnya mencari ilmu. Hal ini dikarenakan peradaban kita saat ini menuntut agar perkembangannya didasarkan kepada industri pendidikan, masih dengan uang sebagai bahan bakarnya. Pada dasarnya, ilmu tercipta dalam usaha manusia mencari kebutuhan hidup, seperti modal dan uang.

Hardiat Dani Satria

Mahasiswa Departemen Kriminologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia(//rfa)
Sumber