Benahi Pola Rekrutmen Guru
JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan sertifikasi guru yang selama ini gencar dilakukan pemerintah dinilai tidak berdampak pada peningkatan kualitas guru, apalagi bagi peserta didik. Pasalnya, proses sertifikasi yang dilakukan hanya ditempuh melalui penilaian terhadap catatan prestasi dan sertifikat yang dimiliki saja. Cara ini dinilai tidak mengubah kualitas guru.
Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai, sulitnya peningkatan kualitas guru adalah warisan masa Orde Baru. Pola rekrutmen guru yang salah diteruskan meski sudah memasuki masa reformasi.
"Guru-guru yang dulu itu direkruitnya juga salah. Dalam persyaratan menjadi guru zaman itu adalah guru bersih diri dan bersih lingkungannya dari pengaruh G-30S-PKI, guru yang kritis tidak bisa diterima pada saat itu. Pascareformasi juga sama, banyak guru honorer yang secara otomatis bisa jadi PNS," ujar Darmaningtyas di sela acara workshop 'Sarjana Mendidik Pelosok Negeri' di Hotel Prasada Mansion, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2012).
Namun, meski demikian, dia percaya kesalahan rekrutmen itu bisa dibenahi. Caranya dengan mengikutsertakan para guru dalam pelatihan dan memotivasi guru untuk mau terus berkembang.
"Meningkatkan guru yang sudah ada bisa dengan menggelar training supaya mereka punya wawasan. Atau mungkin, kalau perlu diikutsertakan seperti Sarjana Mengajar di pelosok, para guru dikirim juga ke daerah tertinggal biar termotivasi dalam mendidik dan mengajarnya," tambahnya.
Contoh baik
Darmaningtyas menyebutkan, pola rekrutmen calon guru dalam program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) sebagai contoh yang baik. Dalam pengamatannya, pola rekrutmen yang berlaku bagi para sarjana pendidikan di Indonesia ini tidak hanya menguji kemampuan intelektual kandidat-kandidatnya.
"Program Sarjana Mengajar itu salah satu proses rekruitmen guru profesional yang baik, seleksi awal di LPTK saja sudah sangat bagus. Pesertanya ditranfer ke pelosok untuk mengajar, setelahnya juga harus mengikuti pendidikan Profesi guru dan pengangkatannya pun tidak secara otomatis bisa menjadi guru PNS," tuturnya.
Selain itu, guru yang dipersiapkan juga tidak sekadar memenuhi kebutuhan jumlah dan profesionalitas di wilayah pengabdian, tetapi juga diharapkan bisa menjadi agen perubahan di masyarakat.
"Tidak hanya dalam soal pendidikan, tetapi secara sosial kemasyarakatan, mereka belajar menjadi pribadi kokoh, adaftif, tapi juga mengubah kultur masyarakatnya menjadi lebih baik, mereka ini secara massif seperti agen perubahan sosial juga," ucapnya.
Selain untuk kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat, Darmaningtyas menilai, kehadiran SM-3T juga menjadi pintu masuk yang efisien dan efektif untuk menjaring asupan informasi tentang potret pendidikan di daerah 3T, mulai dari penemuan bibit potensial di daerah itu hingga pemetaan fisik sekolah dan verifikasi data sekolah secara cepat dan akurat dengan teknologi informasi demi penguatan kehidupan berbangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Sarjana Mengajar ini juga membuka wawasan soal kondisi pendidikan kita dan bisa menjadi katalisator untuk mengembangkan cara pikir keindonesiaan baik bagi peserta calom guru, murid, sesama guru, bahkan masyarakatnya," tandasnya.
Sumber
Kompas Edukasi
Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai, sulitnya peningkatan kualitas guru adalah warisan masa Orde Baru. Pola rekrutmen guru yang salah diteruskan meski sudah memasuki masa reformasi.
"Guru-guru yang dulu itu direkruitnya juga salah. Dalam persyaratan menjadi guru zaman itu adalah guru bersih diri dan bersih lingkungannya dari pengaruh G-30S-PKI, guru yang kritis tidak bisa diterima pada saat itu. Pascareformasi juga sama, banyak guru honorer yang secara otomatis bisa jadi PNS," ujar Darmaningtyas di sela acara workshop 'Sarjana Mendidik Pelosok Negeri' di Hotel Prasada Mansion, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2012).
Namun, meski demikian, dia percaya kesalahan rekrutmen itu bisa dibenahi. Caranya dengan mengikutsertakan para guru dalam pelatihan dan memotivasi guru untuk mau terus berkembang.
"Meningkatkan guru yang sudah ada bisa dengan menggelar training supaya mereka punya wawasan. Atau mungkin, kalau perlu diikutsertakan seperti Sarjana Mengajar di pelosok, para guru dikirim juga ke daerah tertinggal biar termotivasi dalam mendidik dan mengajarnya," tambahnya.
Contoh baik
Darmaningtyas menyebutkan, pola rekrutmen calon guru dalam program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) sebagai contoh yang baik. Dalam pengamatannya, pola rekrutmen yang berlaku bagi para sarjana pendidikan di Indonesia ini tidak hanya menguji kemampuan intelektual kandidat-kandidatnya.
"Program Sarjana Mengajar itu salah satu proses rekruitmen guru profesional yang baik, seleksi awal di LPTK saja sudah sangat bagus. Pesertanya ditranfer ke pelosok untuk mengajar, setelahnya juga harus mengikuti pendidikan Profesi guru dan pengangkatannya pun tidak secara otomatis bisa menjadi guru PNS," tuturnya.
Selain itu, guru yang dipersiapkan juga tidak sekadar memenuhi kebutuhan jumlah dan profesionalitas di wilayah pengabdian, tetapi juga diharapkan bisa menjadi agen perubahan di masyarakat.
"Tidak hanya dalam soal pendidikan, tetapi secara sosial kemasyarakatan, mereka belajar menjadi pribadi kokoh, adaftif, tapi juga mengubah kultur masyarakatnya menjadi lebih baik, mereka ini secara massif seperti agen perubahan sosial juga," ucapnya.
Selain untuk kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat, Darmaningtyas menilai, kehadiran SM-3T juga menjadi pintu masuk yang efisien dan efektif untuk menjaring asupan informasi tentang potret pendidikan di daerah 3T, mulai dari penemuan bibit potensial di daerah itu hingga pemetaan fisik sekolah dan verifikasi data sekolah secara cepat dan akurat dengan teknologi informasi demi penguatan kehidupan berbangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Sarjana Mengajar ini juga membuka wawasan soal kondisi pendidikan kita dan bisa menjadi katalisator untuk mengembangkan cara pikir keindonesiaan baik bagi peserta calom guru, murid, sesama guru, bahkan masyarakatnya," tandasnya.
Sumber
Kompas Edukasi