Pakailah Bahasa Sesuai Konteks dan Tempatnya
JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam keseharian, orang Indonesia setidaknya menggunakan dua dari berbagai varian bahasa Indonesia, seperti bahasa daerah, bahasa nasional maupun bahasa asing. Pengamat Pendidikan, Arief Rachman, mengatakan bahwa orang Indonesia cenderung menggunakan berbagai bahasa tersebut mengakibatkan penggunaan yang kerap tidak sesuai tempatnya. Bahkan terkadang mengikis bahasa ibu yang semestinya dilestarikan.
"Di Indonesia ini tidak ada yang monolingual. Hampir semuanya multilingual. Paling tidak berbicara bahasa Indonesia dan bahasa prokem," kata Arief, saat jumpa pers seminar internasional meningkatkan keaksaraan berbasis bahasa ibu dan teknologi informasi dan komunikasi di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu (31/10/2012).
"Kata lo-gue itu kan sekarang jadi bahasa prokem. Tapi karena lebih sering digunakan, terkadang bahasa prokem ini masuk dalam konteks formal," ujar Arief.
Untuk itu, ia mengatakan bahwa ilmu-ilmu tentang kebahasaan harus ditanamkan dengan baik tidak hanya melalui pendidikan formal melainkan juga dalam bentuk pendidikan non-formal. Menurutnya, kualitas pendidikan yang baik harus ditopang oleh pendidikan non-formal ini.
"Kontribusi pendidikan non-formal ini cukup besar bahkan tidak terbatas terhadap dunia pendidikan itu sendiri. Tapi juga dalam kehidupan sehari-hari," jelasnya.
Selanjutnya, ia mengapresiasi adanya seminar keaksaraan dengan mengembangkan bahasa ibu ini. Pasalnya, jika tidak dimulai seperti ini maka bahasa ibu untuk daerah-daerah tertentu akan punah dan tidak bertahan.
"Coba sekarang yang orang tuanya Batak dan Jawa. Bisa enggak anaknya yang lahir di Jakarta ngomong dengan salah satu bahasa daerah itu? Saya yakin hanya sedikit. Ini jika dibiarkan maka akan hilang," tandasnya.
Sumber
Kompas Edukasi
"Di Indonesia ini tidak ada yang monolingual. Hampir semuanya multilingual. Paling tidak berbicara bahasa Indonesia dan bahasa prokem," kata Arief, saat jumpa pers seminar internasional meningkatkan keaksaraan berbasis bahasa ibu dan teknologi informasi dan komunikasi di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu (31/10/2012).
"Kata lo-gue itu kan sekarang jadi bahasa prokem. Tapi karena lebih sering digunakan, terkadang bahasa prokem ini masuk dalam konteks formal," ujar Arief.
Untuk itu, ia mengatakan bahwa ilmu-ilmu tentang kebahasaan harus ditanamkan dengan baik tidak hanya melalui pendidikan formal melainkan juga dalam bentuk pendidikan non-formal. Menurutnya, kualitas pendidikan yang baik harus ditopang oleh pendidikan non-formal ini.
"Kontribusi pendidikan non-formal ini cukup besar bahkan tidak terbatas terhadap dunia pendidikan itu sendiri. Tapi juga dalam kehidupan sehari-hari," jelasnya.
Selanjutnya, ia mengapresiasi adanya seminar keaksaraan dengan mengembangkan bahasa ibu ini. Pasalnya, jika tidak dimulai seperti ini maka bahasa ibu untuk daerah-daerah tertentu akan punah dan tidak bertahan.
"Coba sekarang yang orang tuanya Batak dan Jawa. Bisa enggak anaknya yang lahir di Jakarta ngomong dengan salah satu bahasa daerah itu? Saya yakin hanya sedikit. Ini jika dibiarkan maka akan hilang," tandasnya.
Sumber
Kompas Edukasi