Ini Alasan Dirombaknya Kurikulum



JAKARTA, KOMPAS.com — Kontroversi terhadap perubahan kurikulum ini terus bermunculan. Banyak pihak menanyakan alasan digantinya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 dengan standar isi yang jauh berbeda, khususnya untuk pendidikan tingkat dasar.

Direktur Pembinaan Sekolah Dasar (SD) Ditjen Dikdas Kemendikbud Ibrahim Bafadal mengatakan bahwa perubahan ini juga melihat kondisi yang ada selama beberapa tahun ini. KTSP yang memberi keleluasaan terhadap guru membuat kurikulum secara mandiri untuk masing-masing sekolah ternyata tak berjalan mulus.

"Tidak semua guru memiliki dan dibekali profesionalisme untuk membuat kurikulum. Yang terjadi, jadinya hanya mengadopsi saja," kata Ibrahim ketika dijumpai seusai Pemberian Penghargaan Siswa Berprestasi Tingkat Internasional dan Penganugerahan Piala Apresiasi Sastra Bagi Peserta Didik Sekolah Dasar, di Gedung A Kemendikbud, Jakarta, Rabu (28/11/2012).

Untuk itu, kurikulum yang baru ini dibuat dan dirancang oleh pemerintah, terutama untuk bagian yang sangat inti. Dengan demikian, pihak sekolah dan guru tinggal mengaplikasikan saja pola yang sudah dimasukkan dalam struktur kurikulum untuk masing-masing jenjang tersebut.

Ia mengakui bahwa untuk tingkat SD terjadi perubahan yang cukup besar mengingat basis tematik integratif yang dianut saat ini. Mata pelajaran yang dulu ada 10 bidang dikurangi menjadi tersisa enam mata pelajaran saja dengan pembagian empat mata pelajaran utama dan dua mata pelajaran muatan lokal.

"Jadi untuk pendidikan dasar, kami ambil yang sangat inti, seperti PPKn, Agama, Bahasa Indonesia, dan Matematika," ungkap Ibrahim.

"Kami yakin dengan revisi ini, pendidikan di Indonesia akan menghasilkan generasi yang jauh lebih baik lagi dan siap menjawab tantangan ke depan," tandasnya.

Sumber
Kompas Edukasi

Mendikbud Rela Ambil Risiko Dicap "Buruk"


JAKARTA, KOMPAS.com  Dirombaknya kurikulum menimbulkan kontroversi. Banyak pihak menilai bahwa perubahan kurikulum ini hanya proyek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saja sehingga muncul anggapan buruk bahwa kurikulum akan terus berganti setiap menteri berganti.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa kurikulum ini memang harus berubah karena zaman juga berubah. Butuh penyesuaian dari segi kebutuhan pengetahuan dan sikap. Oleh karena itu, menurutnya, perubahan kurikulum wajar terjadi selama didukung alasan yang rasional.

"Saya paham, ada yang bilang kalau ganti kurikulum ini nanti dicap ganti menteri ganti kurikulum. Tapi di sisi lain, anak-anak kita butuh sesuatu agar pendidikannya maju. Kalau struktur tidak diubah, akan ketinggalan," kata Nuh saat Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013 di Hotel Mega Anggrek, Jakarta, Kamis (29/11/2012).

"Lalu mana yang dikorbankan kalau seperti itu? Akhirnya, kami ambil risiko untuk lakukan perubahan dan muncul anggapan ganti menteri ganti kurikulum. Tapi yang penting rasionalitasnya jelas," imbuh Nuh.

Ia juga menambahkan bahwa kurikulum akan kembali berubah entah dalam beberapa tahun ke depan. Perubahan kurikulum memang sudah semestinya terjadi selama kebutuhan anak-anak terhadap pendidikan juga terus berkembang. Justru tidak wajar, lanjutnya, jika satu kurikulum terus digunakan dan tidak pernah diganti.

Ia mengungkapkan bahwa perubahan yang dilakukannya melalui berbagai tahapan dan pembahasan ini akan diperiksa kembali dalam beberapa tahun ke depan. Kemudian akan dievaluasi dan ditelaah apakah masih sesuai dengan konteks perkembangan zaman saat itu.

"Kalau sudah tidak cocok ya diganti lagi. Jadi, lazim ada perubahan gini. Dengan segala risiko dan konsekuensinya harus berani. Ini kan buat kebaikan," tandasnya.

Sumber
Kompas Edukasi

Uji Publik Kurikulum 2013 Dibuka Secara "Online"


JAKARTA, KOMPAS.com — Uji publik pengembangan kurikulum 2013 untuk berbagai kalangan juga dibuka secara online melalui laman http://kurikulum2013.kemendikbud.go.id.
Pemerintah berharap menjaring masukan banyak pihak untuk penyempurnaan kurikulum 2013 melalui uji publik. "Mari kita siap menerima perubahan uji kurikulum 2013. Jangan dibatalkan, tetapi tentu saja perlu sama-sama kita sempurnakan," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam pembukaan Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013 di Jakarta, Kamis (29/11/2012).
Uji publik berlangsung hingga 29 Desember. Secara nasional, uji publik dilaksanakan di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Makassar, dan Denpasar.

Sumber
Kompas Edukasi

Info Perguruan Tinggi Penerimaan Mahasiswa Baru UII


Sambutan Rektor UII
Assalamu’alaikum wr. wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadhirat Allah SWT, Buku Panduan Admisi Mahasiswa Baru Universitas Islam Indonesia (UII) Tahun Akademi 2013/2014 ini diterbitkan. Buku ini merupakan jabaran teknis Peraturan Rektor No.24.a/PR/REK/DOSDM/IX/2011 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Strata 1 dan Diploma 3 UII. Fungsi buku ini adalah sebagai panduan teknis bagi pendaftar yang ingin mendaftarkan diri di UII

Prof. Dr. Drs. Edy Suandi Hamid, M.EcProses seleksi calon mahasiswa baru UII diselenggarakan melalui program Computer Based Test (CBT), Paper Based Test (PBT), dan Penelusuran Siswa Berprestasi (PSB). Khusus proses seleksi Program Pendidikan Dokter, pendaftar harus menempuh Tes Tahap II setelah lolos PBT atau PSB. Program seleksi dilaksanakan secara obyektif karena hasil proses seleksi didasarkan pada kriteria penilaian yang diperoleh oleh calon mahasiswa dalam melaksanakan uji potensi atau catatan prestasi. Dalam Panduan ini diinformasikan program Mahasiswa Unggulan Pondok Pesantren yang menyediakan beasiswa bagi calon yang mempunyai keunggulan di bidang akademik, Agama Islam dan bahasa (Inggris dan Arab). Selain beasiswa tersebut, UII juga menyediakan dan menyalurkan berbagai skim beasiswa baik dari sumber internal maupun eksternal. Setiap tahun miliaran rupiah beasiswa dikelola dan disalurkan oleh UII.
Kami mengingatkan agar para pendaftar yang masuk ke UII sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam penerimaan mahasiswa baru. UII tidak mengenal perantara/calo dan akan menindak tegas praktik tidak jujur, seperti menggunakan tenaga joki atau sejenisnya. Calon mahasiswa UII yang terbukti melanggar prosedur akan dinyatakan batal demi hukum sebagai calon mahasiswa UII. Jika ada pihak-pihak yang menyatakan dapat membantu calon mahasiswa untuk masuk UII di luar prosedur yang ditetapkan, maka hal itu merupakan perbuatan penipuan.
Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada para pendaftar karena telah memilih UII. Salam hangat dan selamat datang di kampus tercinta. UII akan mengantarkan mahasiswanya menapak hari depan dengan bekal ilmu yang bermanfaat dan akhlak yang mulia. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Yogyakarta, 19 November 2012
Rektor,

Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec.

Sumber

Info Perguruan Tinggi Seleksi Mahasiswa Baru Bersama (SMBB) Telkom 2013


Greeting

Sambutan Ketua SMBB Telkom 2013
Perkembangan Teknologi yang demikian cepat, serta kebutuhan dunia industri, pemerintahan, individu  serta lainnya dibidang Information Communication Technology  and Management (ICTM) dan konten, membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli dan handal di bidang ICTM dan konten tersebut.
PT Telkom, melalui Yayasan Pendidikan Telkom mempunyai tanggung jawab yang besar untuk turut serta memberikan sumbangsih untuk membangun dan meningkatkan pendidikan berkualitas di bidang ICTM di Indonesia. Dan mempersiapkan kebutuhan tenaga-tenaga yang ahli di bidang ICTM untuk menjawab kebutuhan akan tenaga ahli  di bidang ICTM diatas.
Yayasan Pendidikan Telkom yang memiliki institusi pendidikan  yaitu Institut Teknologi Telkom, Institut Manajemen Telkom, STISI Telkom, Politeknik Telkom, Telkom PDC dan Yayasan Sandhy Putra Telkom yang memiliki Akademi Telkom Purwokerto, Akademi Telkom Jakarta serta Akademi Parawisata Sandhy Putra Bandung.  Yang memiliki kualitas lulusan dibidang ICTM dan konten yang lulusannya cepat diserap di berbagai perusahaan ternama di dalam dan luar negeri maupun di pemerintahan. Serta memiliki berbagai prestasi nasional maupun internasional. Membuka peluang bagi putra dan putri terbaik bangsa juga dari siswa internasional untuk bergabung bersama didalam pendidikan kami untuk dipersiapkan menjadi tenaga-tenaga  yang Ahli dan Mampu menghadapi tantangan di era perubahan yang cepat di bidang ICTM.
Untuk itulah, melalui Seleksi Mahasiswa Baru Bersama (SMBB) Telkom 2013, kami membuka pendaftaran bagi Siswa – Siswi dari Dalam negeri maupun dari siswa luar negeri baik untuk program D3, S1 dan S2 maupun Pelatihan untuk mengikuti seleksi masuk melalui jalur – jalur seleksi yang kami persiapakan di seluruh Indonesia. Informasi dapat dilihat di web www.smbbtelkom.ac.id, dan dapat menanyakan melalui :info@smbbtelkom.ac.d, YM, FB, Twitter : SMBBTELKOM.
Kami yakin, dengan bersama-sama mengenyam pendidikan di perguruan tinggi kami, akan memberikan masa depan cemerlang dan lebih baik. Serta dapat turut serta membangun negara kita di bidang ICTM yang lebih baik pula.  
Mari kita masuk jalur SMBB Telkom 2013, untuk mendapatkan masa depan lebih baik.
Salam Semangat,
Nina Kurnia Hikmawati, SE, MM
Sumber
Ketua SMBB TELKOM 2013

48,69 Persen Guru Belum Penuhi Kualifikasi


Persoalan itu muncul karena banyak guru yang tidak bisa meninggalkan tugas atau tidak memiliki dana. Padahal, guru-guru tersebut belum menamatkan jenjang pendidikan S1 atau Diploma IV, sesuai syarat yang diamanatkan UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Demikian disampaikan Ketua PB PGRI Sulistyo, di Jakarta, Selasa (27/11) menanggapi persoalan guru saat ini. Menurut Sulistyo, saat ini tercatat 2.925.676 status guru yang ada di bawah Kemdikbud.  Sebanyak 1.550.062 guru PNS dan 133.326 guru PNS yang dipekerjakan (DPK), masih bermasalah dengan distribusi, pembinaan dan profesionalitas. Sedangkan. 24.406 guru agama masih bermasalah dalam kaitan administrasi, sertifikasi, pembinaan dan pemberdayaan.

Kemudian 9.454 guru bantu, 57.631 guru honor daerah dan 836.442 guru tidak tetap (GTT) yang belum mendapatkan pemberdayaan, pembinaan dan belum diangkat sebagai PNS serta belum disertifikasi. (Ati/Ria)
 
Sumber 

Raih Masa Depan Sukses dengan Kembangkan Pengalaman




JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan merupakan kunci utama kemajuan bangsa. Namun selama ini yang muncul adalah paradigma pendidikan formal jauh lebih diakui dan menjadi sesuatu yang penting untuk menjamin masa depan. Padahal pendidikan formal saja tidak akan cukup tanpa dibarengi pengalaman yang memadai.
Aktivis dan penyanyi, Melanie Subono, mengatakan bahwa pendidikan formal tidak menjamin masa depan seseorang akan sukses tanpa diikuti dengan usaha keras dan pengalaman yang cukup untuk terjun di dunia kerja. Hal ini terbukti dengan banyaknya sarjana yang akhirnya menganggur.
"Coba deh sekarang lihat di bagian lowongan pekerjaan, banyak yang memasukkan syarat pengalaman dua sampai tiga tahun untuk bidang tertentu. Ijazah penting tapi biasanya akan lebih dilihat pengalamannya," kata Melanie saat WE GO di @america Pacific Place, Jakarta, Sabtu (24/11/2012).
"Akibatnya sekarang banyak orang ke sana kemari nenteng ijazah tapi tidak dapat pekerjaan satu pun karena tidak punya pengalaman," ungkap Melanie.
Putri sulung promotor Adri Subono ini juga mengatakan bahwa belajar secara formal memang sebaiknya dilakukan. Namun bukan berarti menutup diri dan tidak bergaul hanya untuk memperoleh nilai yang maksimal. Pasalnya, dari pergaulan yang dilakukan semasa muda akan membuka peluang untuk masa depan.
"Tapi bergaulnya tetap positif ya. Ini akan membantu untuk punya link dan rekomendasi tentang diri sehingga memudahkan kita untuk masa depan," ungkap Melanie.
Ia menambahkan bahwa profesi apapun yang dijalani dengan sepenuh hati akan menghasilkan sesuatu yang memuaskan. Untuk itu, ia mendorong agar anak muda Indonesia tidak takut mengikuti kata hati dan mampu membuktikan bahwa profesi apapun dapat menjamin masa depan selama ditekuni dan dijalani dengan sepenuh hati.
"Buktikan pada orangtua kita bahwa jadi musisi atau apa saja juga bagus. Tidak hanya terbatas jadi dokter, arsitek atau pengacara saja," tandasnya.

Sumber
Kompas Edukasi 

Ujian Nasional Seharusnya Hanya untuk Pemetaan





JAKARTA, KOMPAS.com - Penempatan ujian nasional sebagai ujian kelulusan hanya akan menyempitkan kurikulum, melanggengkan pengajaran berbasis soal ujian, dan pembelajaran bersifat hafalan. Sudah saatnya mengembalikan fungsi UN sebagai uji diagnostik pemetaan kualitas layanan pendidikan.

Tuntutan para guru besar di perguruan tinggi dan pengamat pendidikan yang tergabung dalam Koalisi Damai Reformasi Pendidikan itu tertuang dalam Petisi Reformasi Pendidikan 2012, Minggu (25/11), di Jakarta.

Menurut pengamat pendidikan HAR Tilaar, ketika berfungsi sebagai pemetaan, pelaksanaannya tidak harus tiap tahun, tetapi secara periodik 3-5 tahun dengan pengambilan sampel. Jika menjadi ujian kelulusan, ujian nasional (UN) justru mematikan kreativitas siswa dan membuat siswa jenuh belajar.

”Untuk ujian kelulusan, lakukan saja ujian sekolah karena guru dan sekolah yang mengetahui secara persis kondisi siswa,” kata Tilaar.

Iwan Pranoto dari Institut Teknologi Bandung menyatakan, petisi ini tidak berarti desakan untuk menghapuskan UN, tetapi mereposisi fungsi UN sebagai pemetaan. Ia menilai, UN sebagai ujian kelulusan tidak logis mengingat kualitas pendidikan yang berbeda di tiap daerah.

Meskipun diprotes berbagai kalangan, pemerintah tetap melaksanakan UN. Bahkan, alokasi anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tiap tahun bertambah. Tahun 2013, rencana anggaran UN mencapai Rp 600 miliar. Menurut anggota Komisi X DPR, Rohmani, anggaran untuk UN masih dibahas. ”Saya pesimistis UN bisa dihapuskan karena semua kebijakan diambil berbasis kompromi. Bukan hasil riset,” ujarnya.

Petisi ini juga menyuarakan kekhawatiran bahwa fokus berlebihan pada UN sebagai ujian kelulusan berisiko menghilangkan keinginan belajar siswa. Menurut Mayling Oey-Gardiner dari Universitas Indonesia, mahasiswa sekarang makin sulit diajak berdialog karena tidak memahami persoalan. Ini berawal dari kebiasaan guru yang hanya mengajarkan materi atau soal-soal UN saja.

”Akibatnya, siswa hanya meng- hafalkan materi pelajaran tanpa memahami konsep,” kata dia.

Pengamat pendidikan Mudji Sutrisno menilai, UN menjadi tembok besar yang menghalangi anak untuk mampu berpikir logis, tidak hafalan, dan kritis bertanya. ”Dengan bentuk UN yang sekarang, hilang semua itu. Omong kosong dengan pendidikan karakter,” katanya. (LUK)

Sumber
Kompas Edukasi

4 Masalah Utama Guru yang Tak Kunjung Selesai


JAKARTA, KOMPAS.com - Peringatan Hari Guru Nasional kembali digelar, Minggu (25/11/2012). Penetapan tanggal berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai Hari Guru Nasional sudah dilakukan sejak 1994. Namun, selama 18 tahun berjalan, Hari Guru Nasional hanya menjadi sebuah acara seremonial saja tanpa ada perbaikan yang signifikan terhadap persoalan terkait guru.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Sulistiyo, mengatakan bahwa ada beberapa persoalan guru yang menonjol dan tidak kunjung mendapat penyelesaian dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sebagai pendidik anak bangsa, permasalahan guru ini nyaris tidak didengar oleh penguasa.

"Ada banyak hal, dari pendidikan guru yang tidak memadai, sistem rekrutmen dan distribusi yang tidak sesuai bahkan masalah kesejahteraan juga masih ada," kata Sulistiyo saat jumpa pers di Kantor PGRI, Jalan Tanah Abang III, Jakarta, Senin (26/11/2012).

Masalah pertama guru, ungkapnya, adalah pendidikan guru yang jauh dari memadai tersebut berdampak pada kualitas dan kompetensi guru yang ada saat ini. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat masa depan anak Indonesia juga bertumpu pada guru-guru yang memberikan pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pengangkatan guru yang tidak berdasar kebutuhan dan masih da nuansa KKN. Sementara untuk distribusi guru sendiri, masih terjadi banyak masalah yang berakibat pada tidak meratanya jumlah guru di tiap wilayah terutama daerah yang terpencil. Imbasnya, daerah tersebut kekurangan guru dan pendidikan untuk anak-anak menjadi terhambat.

"Masalah ini sebenarnya paling sering dipersoalkan tapi penyelesaiannya tidak pernah ada. Kalau pemerintah saja tidak bisa, lalu bagaimana," ungkap Sulistiyo.

Masalah ketiga adalah pengembangan kompetensi dan karir yang tidak berjalan sesuai tujuan. Banyak guru yang telah lulus dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan justru malah menurun kompetensinya. Untuk itu, standard kompetensi perlu disiapkan, dijaga dan dibina.

"Untuk pembinaan karir juga tidak jelas, banyak yang perlakuan karirnya akhirnya bermasalah karena jadi bentuk hukuman misalnya tak mendukung kebijakan atau pemimpin daerah terpilih," ungkap Sulistiyo.

Sementara itu, masalah terakhir adalah hak guru yang tidak diterima sesuai waktu yang ditentukan. Salah satu masalah tunjangan profesi guru yang nyaris selalu terlambat di tiap daerah. Padahal dalam UU guru dan dosen Pasal 14 ayat (1) huruf a, tertera jelas guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan kesejahteraan sosial.

"Ini yang juga selalu dikeluhkan guru. Sudah bekerja optimal masih saja tidak memperoleh haknya dengan sesuai," tandasnya.

Sumber

Sistem Pendidikan Indonesia Terendah di Dunia

KOMPAS.com — Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia. Berdasarkan tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson, sistem pendidikan Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Tempat pertama dan kedua ditempati Finlandia dan Korea Selatan, sementara Inggris menempati posisi keenam.

Peringkat itu memadukan hasil tes internasional dan data, seperti tingkat kelulusan antara tahun 2006 dan 2010. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan, peringkat disusun berdasarkan keberhasilan negara-negara memberikan status tinggi pada guru dan memiliki "budaya" pendidikan.

Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan, seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas. 

Gambaran perpaduan itu meletakkan Inggris dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan tes Pisa dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), yang juga merupakan salah satu tes dalam proses penyusunan peringkat. Pertimbangan-pertimbangan dalam peringkat ini diproduksi untuk Pearson oleh Economist Intelligence Unit.

Kompetisi global
Dua kekuatan utama pendidikan adalah Finlandia dan Korea Selatan, lalu diikuti oleh tiga negara di Asia, yaitu Hongkong, Jepang, dan Singapura. 

Inggris yang dianggap sebagai sistem tunggal juga dinilai sebagai "di atas rata-rata", lebih baik daripada Belanda, Selandia Baru, Kanada, dan Irlandia. Keempat negara itu juga berada di atas kelompok peringkat menengah termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Perancis.

Perbandingan ini diambil berdasarkan tes yang dilakukan setiap tiga atau empat tahun di berbagai bidang, termasuk matematika, sains, dan kesusasteraan serta memberikan sebuah gambaran yang semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah memberikan pandangan multidimensi dari pencapaian di dunia pendidikan dan menciptakan sebuah bank data yang akan diperbaharui dalam sebuah proyek Pearson bernama Learning Curve.

Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting, tetapi tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan, biaya adalah ukuran yang mudah, tetapi dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar.

Kesuksesan negara-negara Asia dalam peringkat ini merefleksikan nilai tinggi pendidikan dan pengharapan orangtua. Hal ini dapat menjadi faktor utama ketika keluarga bermigrasi ke negara lain, kata Pearson.

Ada banyak perbedaan di antara kedua negara teratas, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, menurut laporan itu, tetapi faktor yang sama adalah keyakinan terhadap kepercayaan sosial atas pentingnya pendidikan dan "tujuan moral".

Kualitas guru
Laporan itu juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji.

Peringkat itu menunjukkan bahwa tidak ada rantai penghubung jelas antara gaji tinggi dan performa yang lebih baik. Dan ada pula konsekuensi ekonomi langsung atas sistem pendidikan performa tinggi atau rendah, kata studi itu, terutama di ekonomi berbasis keterampilan dan global. Namun, tidak ada keterangan yang jelas mengenai pengaruh manajemen sekolah dengan peringkat pendidikan.

Peringkat untuk tingkat sekolah menunjukkan bahwa Finlandia dan Korea Selatan memiliki pilihan tingkat sekolah terendah. Namun, Singapura yang merupakan negara dengan performa tinggi memiliki tingkat tertinggi.

Sumber

Ini Konsep Syarat Masuk PTN Tahun Depan


JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana hasil Ujian Nasional (UN) untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) akan dijadikan salah satu syarat bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri (PTN) menguat. Tahun depan, rencana ini bakal diterapkan. Oleh karena itu, calon lulusan SMA/SMK diminta untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Anggota Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP), Teuku Ramli Zakaria, mengatakan hasil UN akan dijadikan syarat, namun tidak berdiri sendiri. Ujian masuk PTN tetap akan digelar. Namun, ujiannya hanya berisi tes potensi akademik saja. Materi mata pelajaran tidak lagi diujikan dalam ujian masuk ini.

"(Tes) mata pelajarannya kan sudah melalui hasil UN. Jadi tidak perlu diujikan lagi. Hanya ada tes potensi saja dan ini biayanya juga akan lebih murah," kata Ramli kepada Kompas.com, Jumat (16/11/2012).

Oleh karena itu, BNSP sebagai bagian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus mengkaji rencana soal UN untuk tahun depan. Sampai saat ini, kisi-kisi soal UN 2013 sudah rampung disusun. 

Rencananya, Selasa (20/11/2012), kisi-kisi ini sudah dapat diakses oleh para guru melalui situs BSNPatau situs milik Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Kisi-kisi sudah selesai. Nanti bisa langsung dilihat di situs kami. Yang pasti tidak akan bergeser jauh dari tahun sebelumnya," jelas Ramli.

"Variasi soal tetap 20 jenis seperti yang telah dibicarakan. Jadi dalam satu kelas, siswa mendapat soal yang berbeda agar tetap konsentrasi mengerjakan," tandasnya kemudian.

Sumber
Kompas Edukasi 

Kurikulum Baru, Ada Wacana Buku Pelajaran Gratis

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk kurikulum baru yang diterapkan pada Juni 2013 nanti dikabarkan buku-buku pelajaran akan diberikan secara gratis pada guru dan siswa. Tentunya hal ini membuat penerbit buku merasa khawatir dengan kebijakan yang diperkirakan berlaku pada 2013 ini.

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud, Diah Harianti, mengatakan bahwa pihaknya masih menyiapkan model buku dan belum mengetahui perihal masalah percetakan. Namun ia mengakui wacana untuk memberikan buku pelajaran secara gratis memang ada.

"Kami siapkan saja semuanya. Dicetak oleh negara atau swasta, kami masih belum tahu. Tapi untuk buku gratis itu memang ada rencana," kata Diah kepada Kompas.com, Jumat (16/11/2012).

Terkait wacana ini, ia mengungkapkan bahwa pihaknya selalu mengingatkan pada para penerbit agar tidak bergantung pada pembuatan buku pelajaran sekolah saja. Pasalnya, suatu hari nanti buku pelajaran sekolah ini memang akan digratiskan untuk para guru dan siswa.

"Sekarang sudah ada program wajar 12 tahun yang semestinya sudah bebas biaya untuk negeri. Tapi walaupun ada yang gratis, urusan buku kadang belum sepenuhnya bebas biaya," ujar Diah.

"Padahal urusan buku ini yang kerap dikeluhkan oleh orang tua siswa karena tidak murah. Untuk itu, buku pelajaran digratiskan ini mungkin terjadi," imbuhnya.

Sementara itu Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim, mengatakan bahwa banyak keluhan yang masuk karena urusan buku yang memakan biaya besar dari para orang tua siswa. Ditambah lagi, kurikulum yang berlaku saat ini memang membutuhkan buku yang banyak.

"Nanti akan disuplai langsung dari pemerintah untuk buku. Ini bisa menghemat pengeluaran pendidikan juga bagi orang tua," ujar Musliar.

Sumber
Kompas Edukasi 

Gerakan Indonesia Mengajar Sejauh-Jauhnya, Mereka Ada di Tapal Batas Republik Ini...

JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Indonesia Mengajar yang digagas Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, tak henti menghadirkan kisah-kisah inspiratif tentang pengalaman mengajar di pelosok Tanah Air. Para pengajar muda, umumnya bukanlah mereka yang memiliki latar belakang sebagai pengajar. Lalu, bagaimana mengajar anak-anak muda ini untuk bergabung? Itulah salah satu pertanyaan yang diajukan Tri Wahono, Redaktur Pelaksana Kompas.com, saat memandu talkshow "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa", dalam rangkaian Kompasianival 2012, di Skeeno Hal Gandaria City, Jakarta Selatan, Sabtu (17/11/2012).

"Sejauh-jauhnya tempat yang Anda datangi itu, masih tapal batas Republik ini. Jangan Anda bayangkan itu adalah dunia lain. Dan mereka masih saudara sebangsa kita sendiri. Kita masih punya janji untuk mencerdaskan mereka," kata Anies.

Motivasi sekaligus kritik tajam itulah yang membawa ratusan tenaga pengajar muda terjun ke daerah-daerah pelosok Indonesia, berbagi, dan memberikan sesuatu yang absen dari kehidupan masyarakat setempat, yakni pendidikan. Soal latar belakang diluar tenaga pengajar, Anies punya kuncinya. Sebelum terjun, mereka masuk training camp selama tujuh minggu. Tak hanya diberikan pembekalan di bidang kurikulum pendidikan, para pengajar muda itu juga dibekali latihan kepemimpinan dan survival. Pasalnya, tidak semua situasi di pelosok Tanah Air bersahabat dengan para pengajar muda yang kebanyakan terbiasa dengan kehidupan kota. 

"Bidang mengajarnya macam-macam. Bahkan, mereka harus siap mengajar beberapa kelas bersamaan, misalnya kelas satu sampai tiga. Itu tantangan masing-masing. Kami hanya memberi modal awal, sisanya atasi sendiri," lanjut Anies. 

Dalam talksow tersebut, Anies turut memanggil salah satu pengajar muda bernama Mila. Di depan ratusan pengunjung, Mila yang pernah mengajar di pelosok Aceh itu pun menceritakan pengalaman, serta pengalamannya berbagi ilmu dan mendorong anak-anak pelosok untuk memiliki semangat belajar.

"Ada satu anak di Aceh, orang tuanya sering melakukan kekerasan. Tapi begitu tahu anaknya pernah juara lomba dan masuk koran, orang tua anak itu datang ke saya sambil menangis. Dia terima kasih dan berjanji untuk menjaga anaknya dan tidak memukulinya lagi," terang Mila yang langsung disambut tepuk tangan meriah. 

Anies melanjutkan, munculnya Gerakan Indonesia Mengajar setelah melihat ketimpangan yang ada. Banyak pelajar Indonesia yang meraih juara dalam olimpiade sains di tingkatan internasional, namun jauh dari pengalaman akar rumput. Demikian sebaliknya. Banyak mereka yang aktif di akar rumput, namun tertutup untuk menembus event internasional. 

"Untuk itu lah kita berharap dari mereka yang memiliki pengalaman, muncul pemimpin masa depan yang memiliki kompetensi, memiliki pengalaman grass root Indonesia," ujar Anies. 

Cerita seru, haru sekaligus membanggakan itu kiranya mampu menggerakan banyak lagi kaum muda untuk meninggalkan zona nyaman mereka. Pergi dengan perahu kayu, menelusuri hutan-hutan, mendaki gunung, menyeberangi sungai untuk membangun bangsa, lewat pendidikan. 

"Tujuan kita bukan menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia, tapi kami mengajak seluruh pihak untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia," ujarnya.

Sumber
Kompas Edukasi 

Komedi Pendidikan

Oleh Rumongso
KOMPAS.com - Di samping tragedi pendidikan sebagaimana ditulis Sidharta Susila, pendidik dari Muntilan, dua bulan lalu di rubrik ini, dunia pendidikan kita juga menghasilkan komedi.
Komedi satir atas dunia pendidikan di Indonesia muncul dalam banyak hal sehingga timbul dugaan bahwa pemerintah tidak memiliki desain besar untuk mengelola dunia pendidikan. Wacana demi wacana bermunculan tanpa ada eksekusi akhir yang komprehensif sehingga tidak menimbulkan korban: guru, anak didik, dan masa depan bangsa.
Pendidikan karakter
Saat generasi muda ditengarai kehilangan jati diri sebagai manusia Indonesia, pemerintah memunculkan wacana pentingnya pendidikan karakter bagi anak didik. Guru diminta menanamkan sikap dan budi pekerti yang luhur kepada anak didik: jujur, disiplin, bertanggung jawab, cinta tanah air, kerja sama, dan seterusnya. Ini lelucon yang tidak lucu sebab seolah-olah pemerintah mengabaikan peran membentuk karakter anak didik. Sudah jadi tugas seorang guru menanamkan sikap dan budi pekerti yang luhur kepada anak didik.
Guru dianggap tukang sulap: mampu membuat sesuatu dalam sekejap. Ia juga dianggap tukang servis mental bagi anak didik. Padahal, luntur, rapuh dan hilangnya jati diri serta karakter anak didik bukan disebabkan kelalaian guru. Ini masalah sangat kompleks dan tak dapat sepenuh- nya diserahkan kepada guru untuk menanganinya.
Memang tak dapat dimungkiri bahwa guru berperan penting dalam memengaruhi karakter anak didiknya. Yang harus diingat, dalam kurun 24 jam, anak-anak hanya sekitar enam jam di bawah pengasuhan guru. Selebihnya anak-anak diasuh ”guru-guru lain”: televisi, internet, lingkungan, teman sebaya.
Penetrasi televisi dan internet demikian kuat. Pemerintah lupa dengan fungsinya memberi aturan yang jelas dan tegas dalam kaidah bagi dunia pertelevisian dan internet. Gambaran anak-anak sekolah, pergaulan remaja dalam sinetron di televisi yang tidak berpijak pada akar budaya bangsa adalah salah satu bukti bahwa pemerintah gagal menjalankan fungsinya melindungi anak-anak dari hal-hal buruk.
Jika aturan tegas ditegakkan tanpa peduli terhadap kekuatan kekuasaan stasiun televisi, dalam skala minimal anak-anak dapat diselamatkan dari pengaruh buruk hiburan di televisi.
Lalu, pemerintah mewacanakan pendidikan antikorupsi di sekolah dan akan jadi mata kuliah wajib di perguruan tinggi. Ini juga komedi pendidikan. Dunia pendidikan selalu mengajarkan sikap jujur kepada anak didiknya. Tak satu guru pun di muka bumi ini yang tak menanamkan kebaikan kepada anak didiknya. Saya sudah puluhan tahun sebagai guru. Anak didik saya yang masih usia SD adalah anak-anak yang lugu. Semua budi baik yang saya tanamkan kepada mereka dilaksanakan. Saya yakin di tingkat SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi, hal-hal itu selalu ditanamkan.
Masalah timbul manakala mereka terjun di tengah-tengah masyarakat dengan ragam profesi. Ada yang menjadi polisi, jaksa, hakim, advokat, pengusaha, atau pegawai negeri. Jika ternyata ada di antara mereka yang berperilaku korup saat terjun di tengah masyarakat, solusinya bukan lewat pendidikan antikorupsi di sekolah dan bangku kuliah. Namun, lewat penegakan hukum yang jelas dan tegas kepada pelaku korupsi itu.
Buat aturan yang tegas, hukum berat koruptor, miskinkan koruptor, sita harta hasil korupsi adalah salah satu cara mengatasi korupsi. Ketika hukum sedemikian ramah kepada perilaku korup, jangan harap korupsi akan hilang dari bumi Indonesia meski anak didik dijejali dengan pendidikan antikorupsi. Jika para koruptor dijatuhi hukuman mati, maka tak usah dibentuk KPK. Tak ada gunanya kurikulum antikorupsi dalam situasi kekinian Indonesia.
Pendidikan itu soal hati. Yang paling penting adalah implementasi di lapangan. Di bangku kuliah mahasiswa diajari pendidikan antikorupsi, tetapi saat mereka hendak menjadi PNS, jaksa, hakim, polisi, semua harus lewat ”menyuap”. Bagi yang terjun sebagai pengusaha: untuk sukses mendapat proyek, juga lewat cara-cara korup dengan menyuap para pejabat. Logika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak nyambung dengan realitas di lapangan. Kalangan pendidik harus dilibatkan dan publik harus menguji keefektifan rencana itu.
Uji kompetensi
Komedi pendidikan yang tidak lucu berikutnya adalah mengenai uji kompetensi guru (UKG) yang membuat jantung guru berdetak keras. Apa urgensi pemerintah melaksanakan UKG bagi guru yang sudah sertifikasi?
Pemerintah seolah-olah ragu dengan langkah yang dilakukan dalam program sertifikasi. Pemerintah sendiri yang menentukan parameter sertifikasi, panduan sertifikasi, mekanisme sertifikasi. Semua sudah berjalan lancar. Lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan UKG setelah melihat tidak ada perubahan kompetensi guru antara sebelum dan sesudah sertifikasi. Komedinya tak lucu.
Rumongso Guru SD Djama’atul Ichwan, Solo, Jawa Tengah

Sumber
Kompas Edukasi 

UN Jangan Jadikan Penentu Kelulusan

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jimmy Paat, berpendapat bahwa ujian nasional (UN) tidak bisa dijadikan sebagai penentu kelulusan seorang peserta didik.
Ia menyesalkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang tetap berkeras melaksanakan UN pada 2013.
"Kalau memang untuk pemetaan saja, saya bisa terima, tapi jangan jadikan UN sebagai standar kelulusan," kata Jimmy saat ditemui seusai diskusi "Kritik atas Kebijakan Perubahan Kurikulum" di Rumah Tilaar, Jakarta, Jumat (23/11/2012).
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merilis kisi-kisi ujian nasional (UN) 2013 sejak Selasa (20/11/2012) lalu yang direncanakan akan digunakan selama tiga tahun ke depan. Rencananya ada 20 variasi soal dalam UN sehingga kecil kemungkinan terjadi kebocoran.
Dengan demikian, UN yang ditolak oleh banyak pihak sebagai penentu kelulusan ini akan tetap ada hingga tahun-tahun mendatang.
Mengenai variasi soal sebanyak 20 jenis tersebut, ia mengungkapkan bahwa hal tersebut tidak akan menyelesaikan masalah yang selalu muncul. Ia menilai bocoran jawaban UN yang selalu ada jelang pelaksanaan ujian ini tetap tidak akan hilang sehingga tidak akan membawa pengaruh besar.
"Saya rasa permasalahan di sekolah yang muncul tetap akan sama saja walau dibuat 20 variasi soal," ujar Jimmy.
Ia juga menambahkan bahwa bentuk penentu kelulusan yang sesuai adalah menyerahkan ujian tersebut kepada sekolah. Namun, pihak kementerian, organisasi guru, dan masyarakat tetap ikut memantau sehingga kecurangan yang ditakutkan akan dilakukan sekolah tidak akan terjadi.
"Selama ini, kan, ditakutkan kalau kelulusan diserahkan sekolah akan ada katrol nilai. Ini sekarang tugas masyarakat dan organisasi guru untuk ikut memantau. Jadi kalau ketahuan curang, kan, masyarakat sendiri yang akan beropini tentang sekolah itu. Pemerintah harus percaya ini akan berjalan," katanya.
Sumber

Jangan Korbankan Siswa Dengan Perubahan Kurikulum

JAKARTA, KOMPAS.com - Perombakan kurikulum yang terjadi di Indonesia dinilai kerap menyusahkan anak didik. Bayangkan saja, belum selesai menyerap ilmu dari sebuah kurikulum yang dianggap unggul, anak-anak ini harus beradaptasi lagi dengan kurikulum baru. Pakar ilmu pendidikan, H.A.R Tilaar mengatakan, perubahan kurikulum yang ada justru mengorbankan anak-anak Indonesia.
Ia membenarkan bahwa guru adalah ujung tombak pemberlakuan kurikulum baru ini. Namun jika guru-guru ini tidak memahami konsep kurikulum dengan baik, maka tujuannya tak dapat dicapai.
"Ini diubah lagi. Berarti sudah 10 kali kurikulum di negara ini berubah. Ada kesalahan konseptual di sini. Anak-anak Indonesia yang akhirnya dikorbankan dari perubahan kurikulum ini," kata Tilaar saat diskusi Kritik Atas Kebijakan Perubahan Kurikulum di Rumah Tilaar, Jakarta, Jumat (23/11/2012).
Seperti diketahui, Indonesia mempunyai kurikulum Rencana Pelajaran Terurai pada tahun 1947. Pada 1964, ini berubah menjadi Rencana Pendidikan Sekolah Dasar. Empat tahun berjalan, pemerintah kembali mengubahnya menjadi Kurikulum Sekolah Dasar.
Selanjutnya, Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) diterapkan pada 1973. Dua tahun berselang, kurikulum berganti menjadi Kurikulum Sekolah Dasar. Pada 1984, muncul Kurikulum 1984. Kurikulum ini bertahan cukup lama, yakni sekitar 10 tahun hingga akhirnya digeser oleh Kurikulum 1994.
Pada 1997, Kurikulum 1994 diganti menjadi Revisi Kurikulum 1994. Selanjutnya, Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang digunakan pada 2004 dan kemudian diganti dengan Kurikul Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku sejak 2006 hingga saat ini.
Tak ada perubahan siklus kurikulum yang jelas sejak 1964 hingga kini. Tak heran, banyak orang yang beranggapan, pemerintah tidak memiliki alasan pedagogis yang terjadi terkait perubahan kurikulum. Imbasnya, pendidikan di negara ini makin karut-marut.
"Sebenarnya KTSP ini sudah sangat bagus karena masing-masing tingkat satuan pendidikan berhak atas pengembangan masing-masing anak didiknya," ungkap Tilaar. Namun ia menyayangkan konsep kurikulum yang dinilainya cemerlang itu menyisakan kekurangan, yaitu evaluasi siswa tetap disatukan dalam Ujian Nasional (UN).
Menurutnya, hal ini yang pada akhirnya membuat KTSP tidak berjalan sebagaimana mestinya. "Kalau mau membenahi kurikulum ini, Standar Kompetensi Lulusannya harus jelas. Lalu proses pembelajaran dan mata pelajaran juga dipilih sesuai dengan standar ini," jelas Tilaar.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina, Utomo Dananjaya, mengatakan hal serupa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan tidak pernah mempersiapkan kurikulum yang akan diterapkan pada siswa di seluruh Indonesia dengan baik.
"KTSP ini bahkan tidak berjalan. Karena kerangka dan panduan untuk guru dan sekolah tidak dikirim oleh kementerian. Jadi guru, yang harusnya menyampaikan pada siswa, tidak optimal karena tidak paham," ungkap Mas Tom, sapaan akrab Utomo Dananjaya.
Menurutnya, kriteria Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Isi dan Standar Penilaian harus disebarluaskan pada para guru dan sekolah sehingga capaian yang diinginkan bisa dipahami.
"Harusnya berbagai standar itu diberikan pada para guru. Jadi saat mengajar, mereka mengerti kemana memandu siswanya," tandasnya.

Sumber
Kompas Edukasi

Hari Guru, Profesionalisasi dan Kompetensi Jadi Prioritas


JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai penghormatan kepada guru, Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 menetapkan bahwa tanggal 25 November dijadikan sebagai Hari Guru Nasional. Pemilihan tanggal ini diambil karena bertepatan dengan hari kelahiran Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Kepala Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan, Hari Guru yang jatuh pada hari Minggu (25/11/2012) tersebut mengambil tema "Memacu Profesionalisasi Guru Melalui Peningkatan Kompetensi dan Penegakan Kode Etik".
"Tema ini dipilih sebagai momentum bahwa profesi guru menuntut upaya yang terus menerus terutama dari diri guru itu sendiri," kata Unifah di Jakarta, Jumat (23/11/2012).
Tidak hanya dari segi kompetensi, kode etik guru merupakan salah satu hal yang perlu ditegakkan oleh para guru. Untuk itu, ia menyambut baik kode etik guru oleh PGRI dan adanya pembentukaan Dewan Kehormatan Guru Indonesia secara luas.
"Ini semua menjadi penentu kelayakan guru dalam menjalankan tugas profesionalnya dalam menyiapkan generasi penerus yang lebih baik," ujar Unifah.
Dalam rangka Hari Guru ini, instansi terkait akan melaksanakan upacara bendera di masing-masing kantor daerah setempat pada tanggal 25 November. Sementara itu, acara puncak akan digelar pada tanggal 28 November 2012 di Sentul. Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan hadir pada acara puncak tersebut.
Bertepatan dengan Hari Guru ini, para pendidik, kepala sekolah, dan pimpinan daerah yang berdedikasi dalam dunia pendidikan maka akan menerima anugerah Tanda Kehormatan Satyalancana Pendidikan dan Satyalancana Pembangunan di Bidang Pendidikan.
Rangkaian acara Hari guru akan ditutup dengan ASEAN Council of Teacher yang akan digelar di Bali pada tanggal 7-9 Desember dengan dihadiri oleh 1000 perwakilan guru dari 10 negara anggota ASEAN dan Korea Selatan.

Sumber
Kompas Edukasi

2013, Penerima Beasiswa Bidik Misi Menjadi 150.000 Orang

MINAHASA, KOMPAS.com -- Jumlah penerima Beasiswa Pendidikan untuk Mahasiswa Miskin (Bidik Misi) akan ditingkatkan dari 92.000 mahasiswa penerima menjadi 150.000 mahasiswa pada 2013. Penambahan jumlah penerima beasiswa ini agar semakin banyak mahasiswa miskin yang bisa berkuliah di perguruan tinggi negeri.
"Sasaran lebih jauh, agar jeratan kemiskinan bisa diputus melalui pendidikan," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh saat berdialog dengan mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi di Universitas Negeri Manado, Minahasa, Sulawesi Utara, Sabtu (24/11/2012).
Menurut Mendikbud, saat diluncurkan pada 2010, jumlah penerima beasiswa Bidik Misi baru 20.000 orang. Masing-masing mahasiswa menerima Rp 400.000 untuk biaya kuliah dan Rp 600.000 per bulan untuk biaya hidup.
"Beasiswa Bidik Misi meliputi biaya hidup agar mahasiswa tidak putus pendidikannya di tengah jalan," kata Nuh.
Setelah dievaluasi dan hasilnya bagus, kata Nuh, tahun 2011 jumlah penerima diperbanyak menjadi 30.000 mahasiswa. Saat ini sekitar 90.000 mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi. Tahun 2013 ditargetkan menjadi 150.000 mahasiswa.
Karena khawatir beasiswa untuk mahasiswa miskin ini dihapus, kata Nuh, kewajiban memberi kesempatan bagi calon mahasiswa miskin masuk perguruan tinggi negeri (PTN) diatur dalam peraturan pemerintah. Kini dikuatkan lagi dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi, sehingga beasiswa ini bisa terus berlangsung.
"Beasiswa ini tidak bisa dihapus, karena jika ingin dihapus harus berhadapan dengan pemerintah dan DPR," kata Nuh.
Rektor Universitas Negeri Manado Phioteus EA Tuerah mengatakan, sekitar 1.600 penerima beasiswa di PTN yang dipimpinnya, sebagian besar berprestasi bagus, sehingga jumlah penerima diusulkan untuk ditambah.

Sumber
Kompas Edukasi

581 Siswa SMAN 1 Jetis Doakan Korban Perang Gaza

sma-jetis-bantul.jpgTRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Sebanyak 581 siswa kelas 10,11,12 SMAN 1 Jetis Bantul melakukan aksi kepedulian dan penggalangan dana untuk Palestina, Jumat (12/11/2012) pagi.  

Aksi ini sebagai bentuk empati terhadap banyaknya korban sipil yang jatuh dalam konflik yang melibatkan Israel dan Palestina.

Menurut Wakil Kepala Humas SMAN 1 Jetis, Yasin Supangat, sedianya aksi kepedulian ini akan diawali dengan salat gaib. 

"Setelah salat gaib, diteruskan salat hajat, doa bersama, dan teatrikal. Tujuan kami adalah mendoakan seluruh korban dari kedua belah pihak, terutama warga sipil Palestina," ujarnya.

Ia melanjutkan, seluruh siswa akan melakukan doa bersama sesuai keyakinannya masing-masing. Hasil penggalangan dana saat ini sudah terkumpul Rp 2,5 juta.

"Semua siswa, baik Muslim, Kristen, Katolik, Budha, maupun Hindu, akan melakukan doa bersama. Ini sebagai bentuk solidaritas dan empati keluarga SMAN 1 Jetis kepada korban perang Gaza," tukasnya.

Sumber


MK Masih Godok Masa Depan RSBI


SLEMAN - Mahkamah Konstitusi (MK) masih akan melakukan peninjauan terhadap aturan penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Ketua MK Mahfud MD menerangkan dalam waktu dua minggu ke depan pihaknya akan mengeluarkan keputusan terhadap sekolah unggulan tersebut.

”Saya belum bisa berbicara sebelum keputusan keluar. Karena akan menyalahi kode etik hukum. Saya akan beritahukan dua minggu lagi,” kata Mahfud ditemui di University Center (UC) UGM (18/11).Sebelumnya eksistensi RSBI digugat sejumlah kalangan. MK diminta meninjau kembali Pasal 50 Ayat 3 UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai dasar hukum penyelenggaraan 1.300 sekolah berlabel RSBI. Kehadiran RSBI menciptakan diskriminasi, karena tidak semua masyarakat bisa bersekolah di RSBI.
Bahkan sekolah-sekolah RSBI diperbolehkan memungut biaya pendidikan. Padahal untuk tingkat SD dan SMP, sekolah-sekolah tersebut telah mendapatkan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah.Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIJ Kadarmanta Baskara Aji mengatakan kondisi sekolah RSBI di DIJ cukup memprihatinkan. Tak satupun dari 38 RSBI di DIJ yang mampu meningkatkan status menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Namun Aji mendukung keberadaan RSBI. ”RSBI bisa menjadi salah satu alternatif memajukan pendidikan di Indonesia,” terang Aji.Aji mengatakan, RSBI tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang orangtuanya kaya saja. Siswa yang tidak mampu bisa bersekolah di RSBI apalagi bagi mereka yang memiliki kemampuan akademis.Apapun hasil keputusan MK, terang Aji, Dikpora DIJ akan mengikuti kebijakan pemerintah. ”Seandainya tidak ada RSBI, masih ada program-program sekolah unggulan. Lagipula program sekolah unggulan sudah ada sejak lama sebelum RSBI dikeluarkan,” terangnya Aji.Di Jogjakarta, RSBI tidak bisa menjadi SBI karena terkendala masalah lahan.  Sesuai dengan aturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, syarat sekolah RSBI menjadi SBI harus memiliki tanah seluas 15 ribu meter persegi.Karena itu, Aji memberi usulan pada Kemendikbud RI untuk memberi toleransi kriteria SBI,  terutama pada syarat luas lahan sekolah. ”Hanya perlu standar minimal besaran persentase syarat yang wajib dipenuhi untuk menjadi SBI atau dengan membangun fasilitas dan sarana pendidikan lainnya sebagai pengganti,” jelas Aji.(bhn/iwa)
Sumber

Beda Belajar Bahasa Inggris sejak Dini dengan Saat Dewasa


JAKARTA, KOMPAS.com  Seperti kata pepatah, belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar sesudah dewasa serupa mengukir di atas air. Begitu juga ketika belajar bahasa asing. Memang akan lebih efektif jika mulai belajar bahasa asing dari kecil karena di usia itulah anak-anak bisa dengan mudah meniru pelafalan yang benar.

Namun, jangan dulu menyerah dengan pepatah lama di atas. Menurut praktisi lembaga bahasa Inggris LIA, Suhud Widagdo, orang dewasa pun tetap bisa mengembangkan kemampuan belajar bahasa Inggris pun jika baru memulainya sekarang.

"Tak ada yang mustahil memang meskipun pembentukannya agak lebih lama. Sebab, masalah orang dewasa kebanyakan adalah soal keterbatasan kosakata," kata Suhud kepada Kompas.com di Jakarta, Minggu (11/11/2012) kemarin.

Kosakata yang seharusnya dikuasai saat masih kanak-kanak tetap bisa dihafalkan dari sekarang asal dilakukan dengan serius dan berkesinambungan.

"Yang penting harus punya pedoman kata yang secara terus-menerus dihafal dan harus banyak dulu katanya. Kalau sudah banyak, kan, tinggal digabung-gabungkan. Nanti dulu soal kebenaran menyusun katanya. Kalau sudah banyak akan ada kesempatan membenarkannya," ujarnya.

Selain memperbanyak kosakata, membiasakan berkomunikasi dengan bahasa yang dipelajarinya juga harus terus dilakukan. Hal ini perlu dilakukan agar lidah kita dapat menyesuaikan dalam pengucapan bahasa Inggris serta bakal terlatih.

"Mereka tetap tidak boleh putus asa untuk belajar. Awalnya berat, tetapi memang harus dipaksa dengan banyak berkomunikasi langsung dan mengumpulkan terus pilihan kosakata lainnya," katanya.

"Pede aja..."

Suhud menyarankan, tidak hanya sering mengucapkan kosakata yang sedang dipelajari, tetapi juga dituliskan dalam buku catatan tersendiri, agar pengejaannya benar.

"Secara akademis bahasa Inggris, bentuk tulisan itu akan dapat dipertanggungjawabkan. Dari tulisan kita dapat mengikuti kaidah standar bahasa Inggris yang baik dan benar," katanya lagi.

Untuk menambah latihan jam terbang bercakap dalam bahasa Inggris, Suhud menyarankan orang dewasa yang belajar bahasa menjaga semangat belajar dan kepercayaan dirinya.

"Yang sering dirasakan orang-orang dewasa ini adalah soal ketidakpercayaan diri untuk menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Don't be afraid of making mistake. Kita ini makhluk ciptaan Tuhan, yang dianugerahi akal. Jadi, satu kali jatuh, kita akan berpikir dan tahu bagaimana cara menghindari itu," katanya.

Jika masih sering melakukan kesalahan dalam hal pengucapan kata bahasa Inggris, lanjut Suhud, orang itu pun memerlukan interaksi dengan seorang pembimbing.

Berlatih
Dia menyarankan siswa bergabung dalam english club untuk umum di akhir pekan. Di sana siswa dapat belajar bercakap, berorganisasi, ikut berdiskusi membahas topik, dan dengan memiliki rekan untuk berlatih bicara atau pembimbing, mereka akan menuntun Anda mengikuti kaidah berbahasa yang baik dan benar, atau mereka dapat menjadi language evaluator Anda.

"Bagaimanapun itu, pada akhirnya siswa tetap keep on practising, sebab kalau tidak berlatih, lidah kita akan terasa aneh dan janggal," katanya.

Berbeda dengan anak-anak di mana belajar mereka dimulai sejak usia dini akan memudahkan mereka menerima pelajaran dengan lebih baik karena sel-sel otak mereka mampu menyimpan memori dengan sangat baik. Yang penting, bahasa Inggris diperkenalkan dan diajarkan dengan metode yang alami tetapi menarik.

Untuk anak usia dini satu atau dua tahun, Suhud menuturkan ada macam-macam cara yang dapat ditempuh untuk mulai memperkenalkan bahasa asing, antara lain melalui permainan.

"Permainan edukatif atau games juga bisa mengasah keterampilan, tetapi yang diambil adalah permainan petulangannya. Sebab dengan menjadi gamer atau pemain, mereka sudah mampu menangkap vocabulary atau istilah dalam permainan-permainan. Itu di luar permainan perang ya," katanya.

Menurut direktur penerbitan majalan CnS Junior ini, anak-anak dapat menerima kosakata secara pasif. Anak berusia satu tahun, misalnya. Mereka lebih baik diperkenalkan dengan benda-benda di sekitarnya untuk menambah perbendaharaan kosakatanya.

"Pembentukan vocabulary atau kosakata itu penting sekali karena awalnya anak itu bisa berkomunikasi adalah dari jumlah kata-kata yang dikenalnya. Dari sana ia nanti mampu berbicara," katanya.

Sumber