Cara Menyenangkan Belajar Sejarah
REPUBLIKA.CO.ID, Suatu ketika, saat pelajaran Sejarah tengah berlangsung di
sebuah kelas, ada seorang guru bertanya kepada muridnya, “Kapan Perang
Diponegoro terjadi?” tanyanya. Beberapa siswa sontak mengacungkan tangan. Sang
guru kemudian menunjuk salah satunya. Dengan lantang, siswa yang ditunjuk
tersebut menyahut, “Habis Maghrib, Pak!”
Di
waktu yang berbeda, masih terkait Perang Diponegoro, sang guru bertanya,
“Setelah melakukan gerilya dengan pasukannya, Diponegoro kemudian melarikan
diri ke ...?” Jawaban yang terlontar dari siswa pun di luar perkiraan. Dengan
suara lantang, keluarlah jawaban, “Ketakutan.”
Kontan
saja, kelas riuh dengan gelak tawa. Guru yang bertanya pun bengong sesaat.
Kemudian, dia menenangkan siswanya dengan nada membentak. Ini bukan sekadar
anekdot. Cerita ini disampaikan Guru Besar Sejarah Universitas Indonesia
Susanto Zuhdi.
Menurutnya, saat ini generasi muda sangat
kreatif, berpikiran lebih bebas, dan terbuka. Karenanya, metode pembelajaran
harus dirancang sedemikian rupa agar lebih menyenangkan, tidak membosankan.
Tentu saja, agar jawaban serupa “habis Maghrib” dan “ketakutan” itu tidak
muncul lagi.
Jawaban
spontan dari siswa, seperti kisah di atas, bukan mengartikan bahwa mereka tak
tahu jawabannya. Justru karena jawaban yang sudah ada itu cenderung membuat
siswa jenuh dan mencari cara lain agar lebih enjoy. “Mereka tahu, Perang Diponegoro terjadi pada
1825-1830. Tapi, saking detilnya, muncullah jawaban sehabis Maghrib tadi,” ujar
Susanto sambil tertawa. Pelajaran Sejarah yang berisi banyak hafalan dan
menyediakan jawaban tampaknya memang perlu disikapi dengan lebih bijak agar
materinya bisa lebih mudah terekam oleh siswa.
Susanto
yang juga staf ahli Menteri Pertahanan itu tidak sepakat dengan pernyataan
bahwa pelajaran Sejarah bukan hal yang menarik. Sebaliknya, Susanto menilai,
pelajaran Sejarah justru pelajaran yang penuh pesona. Menurutnya, masa lalu
selalu menarik. “Kita saja yang tidak bisa mengemasnya.”
Belajar
tentang masa lalu, kata Susanto, bisa menarik bila dimasukkan unsur makna dari
peristiwa-peristiwa tersebut. Dia mengatakan, ada tiga sebab mengapa orang
berkepentingan dengan sejarah. Pertama, orang memang ingin tahu sejarah yang
penuh misteri dan memesona. Syaratnya, dia harus penasaran karena harus selalu
bertanya.
Kedua,
orang belajar sejarah untuk tahu pengalaman orang lain. Orang bijak tidak akan
belajar dari pengalamannya sendiri, tapi dari pengalaman orang lain. Ketiga,
sejarah menciptakan kelompok komunitas, kelompok kemanusiaan, dan menggugah
rasa nasionalisme. Ini karena sejarah menjadikan satu kesatuan pengalaman.
“Jadi, secara individu maupun kelompok, sejarah itu menarik,” kata Susanto.
Salah
satu cara untuk menjadikan pelajaran Sejarah menarik dan tidak membosankan
adalah dengan kegiatan Lawatan Sejarah Nasioanal (Lasenas) X. Acara ini
merupakan program tahunan Kemendikbud yang diselenggarakan oleh Dirjen Kebudayaan,
Direktorat Sejarah, dan Nilai Budaya. Menurut Susanto, Lasenas adalah cara
belajar sejarah yang menyenangkan. Kemasan pendidikan Sejarah dengan berkunjung
langsung ke tempat-tempat bersejarah patut diapresiasi. Lasenas, kata Susanto,
bisa memperkuat ingatan politik dan sejarah generasi muda dengan cara yang
disukai mereka.
Susanto
mencontohkan, beberapa tahun lalu ada seorang pelajar dari Amerika yang
berkujung ke Morotai. Untuk apa? Ternyata, anak tersebut ingin melihat langsung
jejak peninggalan kakeknya sewaktu berperang melawan Jepang. “Karena jejak
peninggalannya ada di Morotai, ribuan kilometer pun harus dia tempuh. Ini
karena instruksi sejarah, ada perintah masa lalu,” ujarnya.