Perguruan Tinggi Swasta Merasa Dianaktirikan
JAKARTA, KOMPAS.com - Perguruan tinggi swasta merasa dianaktirikan oleh sikap pemerintah yang hanya memperhatikan perguruan tinggi negeri. Mestinya pemerintah bersikap adil dengan memayungi perguruan tinggi negeri dan swasta.
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid mengatakan, pemerintah mengakui angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi masih rendah.
Tahun 2004, APK pendidikan tinggi masih 14,6 persen, kemudian naik tahun 2009 menjadi 18,36 persen dan tahun 2012 menjadi 27,1 persen. Pemerintah mempunyai target ambisius APK pendidikan tinggi tahun 2015 mencapai 33 persen.
Namun, kata Suandi Hamid, untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan banyak mendirikan perguruan tinggi negeri serta mengubah perguruan tinggi swasta di sejumlah daerah menjadi perguruan tinggi negeri.
”Mengapa pemerintah tidak memberdayakan perguruan tinggi swasta yang sudah ada?” kata Edy Suandi Hamid, mengomentari Rapat Pengurus Pusat Pleno Ke-3 Aptisi di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (15/2).
Saat ini, ada sekitar 3.200 PTS di sejumlah daerah dengan kemampuan yang beragam. ”Keberadaan PTS bisa diperkuat dengan dukungan nyata dari pemerintah,” kata Suandi Hamid.
Beasiswa untuk mahasiswa miskin, kata Suandi Hamid, mestinya bukan hanya untuk mahasiswa PTN, melainkan juga diberikan kepada mahasiswa PTS.
”Negara bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa. Mahasiswa PTS juga warga negara yang harus mendapat perhatian dari negara,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Aptisi Suyatno mengatakan, tanggung jawab negara dalam membiayai pendidikan tinggi dengan maksud agar tidak terjerumus ke dalam liberalisasi dan komersialisasi pendidikan, tidak akan tercapai jika tanggung jawab negara hanya ditafsirkan sebagai tanggung jawab terhadap PTN.
”Sesuai undang-undang, PTS harus berwatak nirlaba. Pemerintah bisa ikut menjaga watak tersebut dengan berkontribusi pada PTS,” ujar Suyatno.
Misalnya, dengan skema Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Swasta (BOPTS) yang dianggarkan dalam APBN. ”Tidak hanya BOPTN, tetapi BOPTS juga bisa diadakan,” kata Suyatno. (ELN)
Sumber
Kompas Edukasi
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid mengatakan, pemerintah mengakui angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi masih rendah.
Tahun 2004, APK pendidikan tinggi masih 14,6 persen, kemudian naik tahun 2009 menjadi 18,36 persen dan tahun 2012 menjadi 27,1 persen. Pemerintah mempunyai target ambisius APK pendidikan tinggi tahun 2015 mencapai 33 persen.
Namun, kata Suandi Hamid, untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan banyak mendirikan perguruan tinggi negeri serta mengubah perguruan tinggi swasta di sejumlah daerah menjadi perguruan tinggi negeri.
”Mengapa pemerintah tidak memberdayakan perguruan tinggi swasta yang sudah ada?” kata Edy Suandi Hamid, mengomentari Rapat Pengurus Pusat Pleno Ke-3 Aptisi di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (15/2).
Saat ini, ada sekitar 3.200 PTS di sejumlah daerah dengan kemampuan yang beragam. ”Keberadaan PTS bisa diperkuat dengan dukungan nyata dari pemerintah,” kata Suandi Hamid.
Beasiswa untuk mahasiswa miskin, kata Suandi Hamid, mestinya bukan hanya untuk mahasiswa PTN, melainkan juga diberikan kepada mahasiswa PTS.
”Negara bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa. Mahasiswa PTS juga warga negara yang harus mendapat perhatian dari negara,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Aptisi Suyatno mengatakan, tanggung jawab negara dalam membiayai pendidikan tinggi dengan maksud agar tidak terjerumus ke dalam liberalisasi dan komersialisasi pendidikan, tidak akan tercapai jika tanggung jawab negara hanya ditafsirkan sebagai tanggung jawab terhadap PTN.
”Sesuai undang-undang, PTS harus berwatak nirlaba. Pemerintah bisa ikut menjaga watak tersebut dengan berkontribusi pada PTS,” ujar Suyatno.
Misalnya, dengan skema Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Swasta (BOPTS) yang dianggarkan dalam APBN. ”Tidak hanya BOPTN, tetapi BOPTS juga bisa diadakan,” kata Suyatno. (ELN)
Sumber
Kompas Edukasi