Pascaputusan RSBI Nuh: Sumbangan Boleh, Pungutan Nanti Dulu
JAKARTA, KOMPAS.com — Tingginya biaya pendidikan pada sekolah yang dulu berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) ini menjadi salah satu pemicu digugatnya Pasal 50 Ayat 3 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan dikabulkan gugatan tersebut, gugur juga aturan yang ada dalam RSBI termasuk adanya pungutan yang membuat mahal biaya pendidikan di RSBI.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh memilih untuk tak berkomentar terkait dengan kebijakan pungutan tersebut setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut status RSBI. Ia hanya mengungkapkan bahwa hal tersebut juga masih terus dibahas agar tidak ada salah langkah dalam mengambil keputusan.
"Itu masih nanti kalau pungutan. Tapi, yang pasti dalam desain baru akan dibuat akses yang berkeadilan," kata Nuh saat dijumpai di Kantor Kemdikbud, Jakarta, Kamis (10/1/2013).
"Ya ini seperti pepatah Jawa jer basuki mawa bea. Kalau mau berhasil itu ada biaya yang harus dibayarkan. Masalahnya biaya ini ditanggung siapa?" kata Nuh.
Dari pemerintah, sekolah RSBI memang mendapat hak khusus yang tentu berbeda dengan sekolah reguler dari segi pembiayaan. Selain mendapat bantuan biaya operasional sekolah (BOS), sekolah ini juga menerima dana block grant dari pemerintah sekitar Rp 200 juta per tahun. Namun, dengan dalih pengembangan fasilitas pendidikan, sekolah masih menarik pungutan bulanan kepada orangtua siswa dengan besaran yang beragam dari Rp 250.000-Rp 750.000 per bulan.
"Masyarakat memang boleh berpartisipasi. Justru harus berpartisipasi untuk meningkatkan mutu pendidikan," ungkap Nuh.
Kendati demikian, partisipasi dari masyarakat tersebut semestinya tidak mengikat. Yang dimaksud mengikat adalah iuran yang dikaitkan dengan penerimaan siswa baru dan iuran yang jika tidak dibayarkan maka mengakibatkan konsekuensi tersendiri bagi siswa.
"Jadi bentuknya ya sumbangan itu. Boleh memberikan sumbangan asal tidak mengikat," kata Nuh.
"Pemerintah memang beri bantuan. Tapi tidak ada salahnya membangkitkan partisipasi masyarakat untuk pendidikan yang berkualitas," katanya.
Selasa siang, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 Ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dengan dikabulkannya uji materi tersebut, RSBI dibubarkan oleh MK.
Dalam pembacaan amar putusan, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dasar putusan MK, menurut Juru Bicara MK Akil Mochtar, bisa dibaca di berita Ini Alasan MK Batalkan Status RSBI/SBI.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh memilih untuk tak berkomentar terkait dengan kebijakan pungutan tersebut setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut status RSBI. Ia hanya mengungkapkan bahwa hal tersebut juga masih terus dibahas agar tidak ada salah langkah dalam mengambil keputusan.
"Itu masih nanti kalau pungutan. Tapi, yang pasti dalam desain baru akan dibuat akses yang berkeadilan," kata Nuh saat dijumpai di Kantor Kemdikbud, Jakarta, Kamis (10/1/2013).
"Ya ini seperti pepatah Jawa jer basuki mawa bea. Kalau mau berhasil itu ada biaya yang harus dibayarkan. Masalahnya biaya ini ditanggung siapa?" kata Nuh.
Dari pemerintah, sekolah RSBI memang mendapat hak khusus yang tentu berbeda dengan sekolah reguler dari segi pembiayaan. Selain mendapat bantuan biaya operasional sekolah (BOS), sekolah ini juga menerima dana block grant dari pemerintah sekitar Rp 200 juta per tahun. Namun, dengan dalih pengembangan fasilitas pendidikan, sekolah masih menarik pungutan bulanan kepada orangtua siswa dengan besaran yang beragam dari Rp 250.000-Rp 750.000 per bulan.
"Masyarakat memang boleh berpartisipasi. Justru harus berpartisipasi untuk meningkatkan mutu pendidikan," ungkap Nuh.
Kendati demikian, partisipasi dari masyarakat tersebut semestinya tidak mengikat. Yang dimaksud mengikat adalah iuran yang dikaitkan dengan penerimaan siswa baru dan iuran yang jika tidak dibayarkan maka mengakibatkan konsekuensi tersendiri bagi siswa.
"Jadi bentuknya ya sumbangan itu. Boleh memberikan sumbangan asal tidak mengikat," kata Nuh.
"Pemerintah memang beri bantuan. Tapi tidak ada salahnya membangkitkan partisipasi masyarakat untuk pendidikan yang berkualitas," katanya.
Selasa siang, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 Ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dengan dikabulkannya uji materi tersebut, RSBI dibubarkan oleh MK.
Dalam pembacaan amar putusan, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dasar putusan MK, menurut Juru Bicara MK Akil Mochtar, bisa dibaca di berita Ini Alasan MK Batalkan Status RSBI/SBI.
Sumber