Ke Luar Negeri dan Tetap Cinta Indonesia

KOMPAS.com - Libur akhir tahun baru usai. Bolehlah kita saling berbagi cerita mengenai pengalaman liburan lalu. Pasti setiap orang punya pilihan sebagai tempat berlibur, baik di dalam maupun luar negeri.

egeri kita memiliki lebih dari 6.000 pulau, ratusan pantai, dan banyak gunung. Kondisi itu membuat Tanah Air menjadi tempat rekreasi yang punya pemandangan indah, baik di laut, gunung, bahkan sampai kawasan pedesaannya. Wisata kuliner dan aneka budayanya pun unik.

Banyak pilihan tujuan wisata di dalam negeri, sebut beberapa di antaranya Bandung, Yogyakarta, sampai Parapat, di tepi Danau Toba, Sumatera Utara.

Namun, ada pula sebagian dari kita yang lebih memilih berlibur ke luar negeri.

Ketika tujuan wisata di dalam negeri begitu melimpah, lalu apa yang mereka cari di luar negeri? Clara Margaretha Fitriani (19), yang baru menyelesaikan pendidikan tata rias artis di LaSalle College International, Jakarta, salah satu anak muda yang lebih memilih liburan ke luar negeri.

Namun, pilihannya itu bukan lantas berarti karena dia tak tahu tempat menarik di Tanah Air atau dia tak suka berlibur di dalam negeri. ”Aku pernah liburan sama keluarga keliling Jawa sampai Bali,” katanya.

Ia bahkan belajar membatik secara serius di Yogyakarta dan melihat berbagai museum. Retha, panggilannya, mengaku suka mempelajari hal-hal baru, seperti belajar membatik.

Akhir tahun lalu ia merayakan Natal di Vatikan bersama keluarga, lalu pergi ke beberapa negara di Eropa. Setelah lulus dari SMA Negeri 3 Jakarta, ia pernah belajar tentang tata rias artis di London, Inggris.

Pilihan Retha berlibur ke luar negeri berkait dengan hasratnya di dunia fashion. ”Aku tertarik fashion dan sejarah. Mungkin karena itu, aku jadi suka ke kota-kota di Eropa seperti London yang peran kerajaannya masih kuat. Kota-kota di Eropa umumnya punya banyak gedung bersejarah,” kata Retha yang suka melihat warga di berbagai negeri empat musim itu berjalan-jalan dengan memakai mantel dan sepatu bot.

Sementara buat Muna Fuadan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, liburan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi seseorang yang selama beberapa waktu ”terpasung” dengan rutinitas pekerjaan atau tugas, termasuk mahasiswa.

”Liburan itu ibarat charger. Setelah otak kita digunakan terus-menerus dalam kurun waktu lama, ia kehabisan baterai (jenuh),” ujar Muna.

Namun, mengingat ia masih mahasiswa, Muna pun tahu diri untuk memilih rekreasi sesuai dengan isi dompet dan anggaran yang terbatas.

”Bagi mereka yang punya dompet tebal, enggak apa-apa

berlibur ke luar negeri. Tetapi buat kita yang punya anggaran sedang-sedang, ya liburan di sini (dalam negeri) saja,” katanya.

Bahkan, kata Muna, dia tetap bisa menikmati meskipun hanya menghabiskan waktu liburan di rumah. ”Ini kesempatan saya membuat puisi dan menulis novel.”

Tidak rugi

Soal pilihan tempat berlibur, pembawa acara petualangan di televisi, Ramon Yusuf Tungka, memilih berlibur di dalam negeri.

”Negeri kita luar biasa kaya, dari keindahan alam, budaya, sampai bahasanya. Pokoknya semua hal itu bisa dibilang ada di Indonesia,” kata Ramon, yang berpendapat menjelajahi negeri sendiri akan menambah rasa cinta kita terhadap Indonesia.

Pemuda yang suka bertualang itu sudah sekitar enam tahun terakhir ini suka menjelajahi pelosok Nusantara. Ia memperkirakan 70 persen dari wilayah Indonesia pernah didatanginya. Meski begitu, dia tak jua merasa jemu.

”Selalu ada hal baru ketika kita datang ke suatu wilayah,” katanya. Ia menyebut bahasa dengan dialek yang berbeda antarkampung misalnya.

Saking kesengsem keindahan negeri sendiri, ia memutuskan tak akan berlibur ke luar negeri sebelum tuntas menjelajahi Nusantara. ”Dari dulu, kalau punya uang, aku selalu gunakan untuk berlibur di dalam negeri. Banyak biro jasa penyedia layanan liburan di dalam negeri, kita tinggal cari di internet,” katanya.

Ia tahu, faktor biaya perjalanan mahal, jalan yang rusak, dan sarana-prasarana kurang memadai acapkali membuat orang segan berwisata di dalam negeri. Namun, menurut Ramon, biaya perjalanan menuju tempat wisata yang mahal, terutama di wilayah Indonesia timur, sebenarnya impas dengan kepuasan yang kita dapat saat berlibur.

”Katakanlah kita ke Raja Ampat, Papua, memang mahal sehingga banyak orang lebih suka ke Thailand yang lebih murah biayanya. Tetapi percayalah, tak akan rugi kita keluar duit banyak untuk ke Raja Ampat atau Pulau Komodo,” katanya.

Promosi Indonesia

Sementara, Yogi Fitra Firdaus (22) rela meninggalkan kuliahnya di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung demi melanglang buana ke luar negeri.

”Selain karena keenakan lihat negara lain, aku merasa kurang cocok belajar di fakultas psikologi. Aku ingin kuliah lagi, tetapi mungkin mau memilih fakultas ekonomi,” katanya sambil tertawa.

Belum banyak negara yang dikunjungi Yogi. Ia baru ke beberapa negara di Asia, seperti Thailand, Kamboja, Singapura, Malaysia, dan China. Namun, ia senang berlama-lama di setiap negara tersebut. Alasannya, ia membutuhkan waktu untuk mengetahui banyak hal tentang bangsa itu. Saat ke China, misalnya, ia menghabiskan waktu sebulan di enam kota.

Bagi Yogi, pergi ke luar negeri bukan sekadar berjalan-jalan, melainkan juga kesempatan untuk belajar banyak hal. Dari yang ”kecil”, misalnya soal disiplin dalam antre, sampai membuang sampah dan menyeberang pada tempatnya. Kebiasaan itu kemudian dia terapkan ketika kembali ke Indonesia.

Yogi, yang akan menerbitkan buku tentang liburan ke China itu, selalu membawa brosur berisi tempat-tempat wisata di Indonesia dalam perjalanannya ke luar negeri.

”Aku membawa brosur tujuan wisata Indonesia. Saat jalan ke luar negeri, aku ceritakan tentang Indonesia sambil memberi brosur itu kepada warga setempat. Aku juga sekalian mengundang mereka berwisata ke Indonesia,” kata Yogi sekaligus membantah anggapan bahwa mereka yang suka bepergian ke luar negeri tak cinta Tanah Air.

(SOELASTRI SOEKIRNO)

Sumber
Kompas Edukasi
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar