Jelang Putusan MK Masih Layakkah RSBI Dipertahankan?
JAKARTA,KOMPAS.com — Putusan atas judicial review tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) akan segera dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 8 Januari mendatang. RSBI digugat karena dianggap telah menghilangkan hak warga miskin untuk memperoleh pendidikan berkualitas.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meyakini bahwa keberadaan RSBI ini dinilai dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, bahkan menjadi ujung tombak peningkatan mutu sekolah Indonesia. Lalu benarkah RSBI telah menaikkan mutu pendidikan Indonesia tanpa mendiskriminasi siswa miskin?
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari Rachman, mengatakan bahwa RSBI dan SBI ini memperbolehkan sekolah untuk memungut iuran dari masyarakat dengan alasan penyediaan fasilitas sekolah yang lebih baik mengikuti standar RSBI dan SBI.
"Adanya pungutan ini tentu memberatkan warga miskin yang ingin merasakan pendidikan berkualitas," kata Tari saat jumpa pers Indonesia Education Outlook 2013 di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (2/1/2013).
Meski dikatakan bahwa RSBI menyediakan kuota 20 persen untuk siswa miskin, hal ini justru makin memperkuat diskriminasi untuk siswa miskin tersebut. Padahal, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 jelas termaktub bahwa pendidikan merupakan hak semua warga negara yang tinggal di Indonesia.
"Wagub DKI juga sempat sidak ke SMA Husni Thamrin dan terbukti ada masalah akses pendidikan pada sekolah unggulan atau RSBI untuk warga miskin," ujar Tari.
"RSBI hanya menimbulkan stratifikasi sosial baru di kalangan warga negara sesungguhnya," imbuhnya.
Sementara itu, mutu pendidikan yang digadang oleh pemerintah justru tak tampak. Bahkan, penelitian TIMSS dan PIRLS pada 2011 menunjukkan kualitas pendidikan tak meningkat dan kemampuan anak Indonesia dalam mengerjakan soal masih terbatas pada jenis soal yang mudah saja.
Tidak hanya itu, sekolah RSBI juga tidak membuktikan mampu menghasilkan siswa yang berperilaku baik. Hal ini tampak pada peristiwa tawuran yang kerap terjadi pada salah satu sekolah RSBI yang cukup terkenal di kawasan Bulungan, yaitu SMA Negeri 70.
Sumber
Kompas Edukasi
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meyakini bahwa keberadaan RSBI ini dinilai dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, bahkan menjadi ujung tombak peningkatan mutu sekolah Indonesia. Lalu benarkah RSBI telah menaikkan mutu pendidikan Indonesia tanpa mendiskriminasi siswa miskin?
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari Rachman, mengatakan bahwa RSBI dan SBI ini memperbolehkan sekolah untuk memungut iuran dari masyarakat dengan alasan penyediaan fasilitas sekolah yang lebih baik mengikuti standar RSBI dan SBI.
"Adanya pungutan ini tentu memberatkan warga miskin yang ingin merasakan pendidikan berkualitas," kata Tari saat jumpa pers Indonesia Education Outlook 2013 di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (2/1/2013).
Meski dikatakan bahwa RSBI menyediakan kuota 20 persen untuk siswa miskin, hal ini justru makin memperkuat diskriminasi untuk siswa miskin tersebut. Padahal, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 jelas termaktub bahwa pendidikan merupakan hak semua warga negara yang tinggal di Indonesia.
"Wagub DKI juga sempat sidak ke SMA Husni Thamrin dan terbukti ada masalah akses pendidikan pada sekolah unggulan atau RSBI untuk warga miskin," ujar Tari.
"RSBI hanya menimbulkan stratifikasi sosial baru di kalangan warga negara sesungguhnya," imbuhnya.
Sementara itu, mutu pendidikan yang digadang oleh pemerintah justru tak tampak. Bahkan, penelitian TIMSS dan PIRLS pada 2011 menunjukkan kualitas pendidikan tak meningkat dan kemampuan anak Indonesia dalam mengerjakan soal masih terbatas pada jenis soal yang mudah saja.
Tidak hanya itu, sekolah RSBI juga tidak membuktikan mampu menghasilkan siswa yang berperilaku baik. Hal ini tampak pada peristiwa tawuran yang kerap terjadi pada salah satu sekolah RSBI yang cukup terkenal di kawasan Bulungan, yaitu SMA Negeri 70.
Sumber
Kompas Edukasi