Kebijakan Pendidikan Selalu Berorientasi Proyek
JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan pendidikan di Indonesia selalu berorientasi proyek. Tak heran jika kualitas pendidikan Indonesia tak kunjung membaik. Demikian kajian yang dilakukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti dalam refleksi akhir tahun di Jakarta, Kamis (27/12/2012), mengemukakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia yang stagnan, bahkan memburuk, bisa dilihat dari berbagai kajian internasional soal peringkat dan kondisi pendidikan berbagai negara di dunia.
Sebagai contoh, hasil kajian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2012, yang menilai kemampuan siswa kelas VIII di bidang Matematika, menempatkan Indonesia di urutan ke-38 dari 42 negara. Malaysia, Thailand, dan Singapura berada di atas Indonesia. Hasil sains pun tidak kalah mengecewakan. Indonesia di urutan ke-40 dari 42 negara. Yang mencengangkan, nilai matematika dan sains siswa kelas VIII Indonesia bahkan berada di bawah Palestina yang negaranya didera konflik berkepanjangan.
Survei firma pendidikan Pearson menunjukkan sistem pendidikan Indonesia terendah di dunia bersama Brasil dan Meksiko. Pada kelompok anak usia sekolah, sedikitnya setengah juta anak usia SD dan 200.000 anak usia SMP tidak dapat melanjutkan pendidikan.
Tingginya jumlah anak putus sekolah ini juga turut menjadi faktor rendahnya Education Development Index Indonesia, yakni peringkat ke-69 dari 127 negara. "Kita bukan mengejar peringkat di kajian atau survei internasional. Akan tetapi, hasil kajian ini seharusnya jadi alarm untuk refleksi secara serius mengapa pendidikan kita menurun. Mengapa kita, siswa, guru, sistem, dan kualitas pendidikan Indonesia terus terpuruk," kata Retno.
Sayangnya, kata dia, kebijakan yang diambil tidak untuk menjawab berbagai permasalahan mendasar untuk memperbaiki kondisi pendidikan. "Kebijakan yang diambil justru berorientasi proyek. Tak heran, banyak kebijakan pendidikan yang dibuat pemerintah mubazir dan menghambur-hamburkan uang negara," tutur Retno.
Sumber
Kompas Edukasi
Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti dalam refleksi akhir tahun di Jakarta, Kamis (27/12/2012), mengemukakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia yang stagnan, bahkan memburuk, bisa dilihat dari berbagai kajian internasional soal peringkat dan kondisi pendidikan berbagai negara di dunia.
Sebagai contoh, hasil kajian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2012, yang menilai kemampuan siswa kelas VIII di bidang Matematika, menempatkan Indonesia di urutan ke-38 dari 42 negara. Malaysia, Thailand, dan Singapura berada di atas Indonesia. Hasil sains pun tidak kalah mengecewakan. Indonesia di urutan ke-40 dari 42 negara. Yang mencengangkan, nilai matematika dan sains siswa kelas VIII Indonesia bahkan berada di bawah Palestina yang negaranya didera konflik berkepanjangan.
Survei firma pendidikan Pearson menunjukkan sistem pendidikan Indonesia terendah di dunia bersama Brasil dan Meksiko. Pada kelompok anak usia sekolah, sedikitnya setengah juta anak usia SD dan 200.000 anak usia SMP tidak dapat melanjutkan pendidikan.
Tingginya jumlah anak putus sekolah ini juga turut menjadi faktor rendahnya Education Development Index Indonesia, yakni peringkat ke-69 dari 127 negara. "Kita bukan mengejar peringkat di kajian atau survei internasional. Akan tetapi, hasil kajian ini seharusnya jadi alarm untuk refleksi secara serius mengapa pendidikan kita menurun. Mengapa kita, siswa, guru, sistem, dan kualitas pendidikan Indonesia terus terpuruk," kata Retno.
Sayangnya, kata dia, kebijakan yang diambil tidak untuk menjawab berbagai permasalahan mendasar untuk memperbaiki kondisi pendidikan. "Kebijakan yang diambil justru berorientasi proyek. Tak heran, banyak kebijakan pendidikan yang dibuat pemerintah mubazir dan menghambur-hamburkan uang negara," tutur Retno.
Sumber
Kompas Edukasi