Kurikulum 2013 Pemerintah Jangan Keras Kepala
JAKARTA, KOMPAS.com — Kontroversi terus mengiringi langkah pemerintah untuk segera mengesahkan Kurikulum 2013 karena langkah ini dinilai tidak bijak. Pasalnya, berdasarkan pengalaman, keputusan untuk mengganti kurikulum hanya akan meninggalkan akibat buruk, baik bagi pemerintah selanjutnya maupun anak-anak di bangku sekolah.
Pengamat pendidikan dari Perguruan Kanisius, Romo Baskoro, mengatakan bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan diminta untuk menyelesaikan dan membenahi yang ada terlebih dahulu daripada mengubah kurikulum. Sisa waktu delapan belas bulan masa jabatan tersebut kurang tepat digunakan untuk mengubah sistem yang vital dalam pendidikan, yaitu kurikulum.
"Ini sudah tinggal 1,5 tahun lagi. Sudah jangan dipaksakan berubah karena kalau terjadi sesuatu yang menanggung adalah penerusnya," kata Baskoro kepada Kompas.com, Rabu (26/12/2012).
"Imbasnya bukan ke mereka. Saat mereka sudah tidak menjabat, ya sudah selesai. Tapi, anak-anak ini mau diapakan?" tambahnya.
Seperti diketahui, penerapan kurikulum ini akan dilakukan secara bertahap dan ditargetkan akan menjangkau semua kelas pada tahun ketiga pelaksanaannya, yaitu 2015. Dengan kata lain, memasuki tahun 2014, kurikulum baru belum diaplikasikan utuh dan bisa jadi akan berubah lagi.
Untuk itu, ia meminta kepada pihak kementerian agar tidak ngotot dalam memberlakukan kurikulum baru ini. Ditambah dengan banyaknya kritik yang kontra, pemerintah semestinya mau menunda dan mengurai simpul masalah yang terjadi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebelum memutuskan untuk mengubah kurikulum.
"Jangan keras kepalalah. Dengarkan saja semua masukan yang ada. Jelas banyak pihak yang kontra," ujar Baskoro.
Tidak hanya itu, alasan pemerintah mengubah kurikulum harus pada 2013 mendatang adalah agar jutaan anak sekolah tidak merugi karena kurikulum memang sudah waktunya diperbarui. Ini juga dimaksudkan agar tidak terlambat mempersiapkan generasi muda berkualitas untuk pembangunan bangsa 15 hingga 30 tahun mendatang.
"Tidak apa jika mau berubah, tetapi tidak mendadak. Ini pembahasan cuma beberapa bulan. Alasannya untuk anak-anak. Sudah jangan sok pahlawanlah pemerintah," tandasnya.
Sumber
Kompas Edukasi
Pengamat pendidikan dari Perguruan Kanisius, Romo Baskoro, mengatakan bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan diminta untuk menyelesaikan dan membenahi yang ada terlebih dahulu daripada mengubah kurikulum. Sisa waktu delapan belas bulan masa jabatan tersebut kurang tepat digunakan untuk mengubah sistem yang vital dalam pendidikan, yaitu kurikulum.
"Ini sudah tinggal 1,5 tahun lagi. Sudah jangan dipaksakan berubah karena kalau terjadi sesuatu yang menanggung adalah penerusnya," kata Baskoro kepada Kompas.com, Rabu (26/12/2012).
"Imbasnya bukan ke mereka. Saat mereka sudah tidak menjabat, ya sudah selesai. Tapi, anak-anak ini mau diapakan?" tambahnya.
Seperti diketahui, penerapan kurikulum ini akan dilakukan secara bertahap dan ditargetkan akan menjangkau semua kelas pada tahun ketiga pelaksanaannya, yaitu 2015. Dengan kata lain, memasuki tahun 2014, kurikulum baru belum diaplikasikan utuh dan bisa jadi akan berubah lagi.
Untuk itu, ia meminta kepada pihak kementerian agar tidak ngotot dalam memberlakukan kurikulum baru ini. Ditambah dengan banyaknya kritik yang kontra, pemerintah semestinya mau menunda dan mengurai simpul masalah yang terjadi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebelum memutuskan untuk mengubah kurikulum.
"Jangan keras kepalalah. Dengarkan saja semua masukan yang ada. Jelas banyak pihak yang kontra," ujar Baskoro.
Tidak hanya itu, alasan pemerintah mengubah kurikulum harus pada 2013 mendatang adalah agar jutaan anak sekolah tidak merugi karena kurikulum memang sudah waktunya diperbarui. Ini juga dimaksudkan agar tidak terlambat mempersiapkan generasi muda berkualitas untuk pembangunan bangsa 15 hingga 30 tahun mendatang.
"Tidak apa jika mau berubah, tetapi tidak mendadak. Ini pembahasan cuma beberapa bulan. Alasannya untuk anak-anak. Sudah jangan sok pahlawanlah pemerintah," tandasnya.
Sumber
Kompas Edukasi