Tranformasi Pendidikan Bersifat Industrialisasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Mengejar arus pendidikan yang lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan keahlian (skill) dalam perusahaan, maka pendidikan transformatif harus bersifat industrialisasi.
Hal
ini disampaikan entrepreneur Dhaniswara K Harjono saat menjadi
pembicara dalam seminar yang digelar Ikatan Alumni UKI di Graha William
Soeryadjaya, Universitas Kristen Indonesia, Cawang, Jakarta Timur, Jumat
(21/9/2012).
Dalam seminar bertajuk Pendidikan Transformatif
sebagai Sarana Pembaharuan, ia menyampaikan tranformasi pendidikan juga
harus bertujuan mengarahkan pencapaian kompetensi (competency achievement) siswa dalam dunia usaha dan industri.
"Tranformasi
pendidikan bersifat industri. Ini konotasinya bukan hanya meningkatkan
ekonomi, tetapi justru menambah nilai tambah diri," katanya di hadapan
ratusan peserta seminar.
Pendidikan yang dimaksudkan Dhanis juga
harus menyesuaikan diri dengan gerakan atau berbagai perubahan baik
internal maupun eksternal.
"Lulusan pendidikan harus bisa
'menjual diri' melalui pendidikan yang ditempuhnya. Ada beberapa
kualifikasi yang harus dimiliki saat terjun dalam dunia industri kini,"
katanya lagi.
Ia menyebutkan, salah satu kemampuan yang sudah
harus dikuasasi peserta didik sekarang adalah penguasaan berbahasa
internasional.
"Bahasa itu merupakan media. Kunci untuk membuka
jendela dunia itu bahasa Inggris. Tidak perlu lagi pelajaran bahasa
Inggris dimasukan dalam kurikulum, anggap saja siswa sudah mengerti.
Sampaikan semua materinya dalam pengantar bahasa inggris. Kalau sudah nyemplung, nanti juga mereka mengerti," ujar Ketua Alumni UKI ini.
Selain
itu, ia juga menyebutkan penyesuaian diri yang paling poenting dalam
era globalisasi adalah adaptasi dengan teknologi terkini.
"Baiklah,
usia di atas 60-an orang malas menggunakannya, kalau pun dibeli hanya
memanfaatkan hal yang standar saja. Padahal teknologi itu mempermudah
komunikasi dan mepercepat kerja. Anak muda harus menguasai itu,"
katanya.
Berkaitan dengan kearifan lokal, tranformasi pendidikan yang bersifat industri juga perlu mempertahankan local wisdom yang dijadikan sebagai pertahanan identitas bangsa untuk tetap berada dalam sistem indonesia.
"Local wisdom ini
berada dalam pikiran diri sendiri, tentang kemengertian terhadap
keadaan fenomena di lingkungan sendiri, dan menghormati kebudayaan
sendiri. Sikap seperti ini menjadi bekal semangat untuk maju, dan
berpegang teguh pada etika. Mereka yang mempunyai suatu etika tidak akan
melunturkan budaya sendiri," jelasnya lagi.
Untuk bersaing di
era globalisasi, ia juga menambahkan adanya sifat kejujuran untuk
mengatakan yang benar, berfikir sebelum bicara, serta banyak
mendengarkan orang lain.
"Tapi kejujuran itu menjadi penting
untuk memberikan kepercayaan dan tanggung jawab dalam kehidupan dan
dunia kerja," kata Dhanis lagi.
Sumber