Menunggu Majalah Sekolah 'Naik Daun'


KOMPAS.com - Tak semua sekolah mempunyai majalah internal yang mengabarkan berbagai kegiatan. Kalaupun ada majalah sekolah, tim redaksinya kurang mendapat dukungan. Gimana ya cerita MuDAers yang masih tekun ”menghidupkan” majalah sekolahnya?


Kini, jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter menjadi media alternatif terpopuler untuk menuangkan ide, kabar, kisah, atau berita apa pun. Namun media fisik seperti majalah dinding (mading), newsletter, atau berbagai bentuk fisik lain rupanya masih tetap disukai, meski kurang dukungan.

Simak koran College Gazzette yang diterbitkan siswa SMA Kolese Kanisius (Canisius College) edisi bulan Februari dan Mei 2012. Koran delapan halaman itu berisi berbagai kegiatan SMA Kanisius sekaligus memperingati 85 tahun Kolese Kanisius Jakarta.

Sebelumnya, mereka menerbitkan majalah per semester, Canipress, setebal 50 halaman sejak 1980. Sayang, setelah terbit sampai tahun lalu, hingga kini mereka belum bisa menerbitkannya lagi. Meski konsepnya sudah jadi dalam bentuk soft copy.

Mengapa begitu? ”Sebenarnya anggota redaksi banyak, sekitar 30 orang. Tetapi karena sebagian besar kelas XI, jadi sulit mengaturnya,” ungkap Ketua Canipress, Mikael Reno Prasasto, siswa Kelas XII SMA Kanisius.

Meski kurang mendapat dukungan secara umum, mereka tak putus asa. Untuk itulah, mereka beralih menerbitkan koran yang menelan biaya Rp 300.000 untuk ongkos cetaknya.

”Semuanya uang kami sendiri. Banyak teman yang senang membaca koran kami, dan mendorong untuk terus menerbitkan media sekolah ini. Sekarang kami lagi berusaha meyakinkan sekolah, biar mendapat dukungan,” kata editor bahasa College Gazzette, Daniel Felix Heritono.

Hasil karya mereka yang tak dicetak, ditampilkan dalam canisiuspress.thumblr.com. Salah satu karya mereka yang ada di website itu adalah majalah Canipress edisi 67 yang belum diterbitkan.

Kondisi seperti itu juga dialami redaksi majalah Oase dari SMA Negeri 1 Solo, Jawa Tengah. Siswa SMA Negeri 1 Solo, Amalia Fitri Saraswati, mengatakan, seharusnya majalah Oase terbit per semester, tetapi karena kekurangan dana, majalah ini terbit sekali setahun.

”Sekolah memang memberikan dana untuk sekali penerbitan majalah. Sebenarnya peminat menjadi anggota redaksi banyak, tetapi yang bisa diterima hanya belasan orang. Kami juga mengalami pasang surut anggota,” ujar Amel, panggilan Amalia.

Padahal, menurut Amel, majalah yang dicetak sebanyak 970 eksemplar itu cukup diminati para siswa.

”Tetapi artikel yang mereka baca ya yang menarik atau menyangkut diri mereka saja, selebihnya kadang-kadang banyak yang tidak terbaca,” ujarnya.

Untuk itulah, Amel mengatakan, tim redaksi mesti kreatif berusaha mencari tema-tema yang dekat dengan remaja, dan membuat desain dengan warna cerah, biar menarik para pembaca.

Lebih beruntung

Siswa-siswi SMA Negeri 8 Jakarta menjadi awak redaksi yang lebih beruntung karena masih bisa mengekspresikan kreativitas menulisnya dalam bentuk majalah sekolah. Mereka hingga kini tetap gigih mengelola mading, majalah sekolah, dan produk jurnalistik mereka setiap tahun. Siswa-siswi tersebut tergabung dalam klub jurnalistik Media Siswa 8 (Mesis8).

Setiap tahun klub jurnalistik ini selalu dibanjiri peminat. ”Biasanya sepertiga angkatan baru selalu masuk menjadi anggota Mesis8,” tutur Ilham (17), ketua klub jurnalistik Mesis8, akhir pekan lalu. Satu angkatan siswa baru jumlahnya 300-an anak.

Tahun ini anggota barunya mencapai 76 siswa. Sedangkan tahun sebelumnya, jumlah anggota baru Mesis8 sebanyak 89 orang. Mereka terbagi dalam lima divisi, yaitu divisi cyber, komik, majalah, film, dan fotografi.

Divisi majalah tugasnya membuat majalah Takitri yang terbit empat bulan sekali. Divisi komik membuat komik yang akan dipajang di mading. Divisi cyber mengelola website www.gemerlapan.net.

Adapun divisi film tugasnya membuat film tahunan sekolah. Divisi mading membuat mading sebulan sekali, dan divisi fotografi mengabadikan beragam kegiatan sekolah, baik untuk buku tahunan, mading, dan majalah sekolah.

Banyaknya anggota Mesis8 sebanding dengan banyaknya produk yang mereka buat. Kelompok siswa dan siswi kelas X-XII ini rutin membuat majalah, buku tahunan sekolah, mading, dan mengelola website.

”Untuk operasional seluruh kegiatan kami, setiap anggota membayar Rp 30.000 per bulan. Selain itu, kami juga mencari sponsor dan menjual majalah Takitri,” ujar Nadila, anggota klub jurnalistik Mesis8.

Marsya, siswa kelas XII yang menjadi anggota Mesis8, mengaku tetap senang membuat mading dan majalah karena bentuk fisik karya mereka tetap harus ada.

”Bagi saya, mading dan majalah ini tetap merupakan bukti nyata karya kami. Bentuk fisik tetap tak tergantikan oleh e-book atau website,” ujar Marsya.

Butuh bimbingan

Priyadi, guru Pembina Mesis8 mengatakan, kegiatan jurnalistik dengan produk beragam menjadi ajang penyaluran kreativitas dan keilmuan siswa.

”Kasihan kalau ilmu dan kreativitas mereka tidak disalurkan. Mereka pasti akan terbebani oleh banyaknya ilmu dan materi dari hari ke hari,” ujar Priyadi.

Menciptakan karya seni seperti majalah, mading, dan produk jurnalistik lain, menurut Priyadi, membantu membuka sudut pandang pengetahuan siswa.

”Di sini mereka bisa belajar skill yang tidak dipelajari dalam pengajaran rutin seperti kerja kelompok, kebersamaan, dan kreativitas mengolah bahan menjadi produk menawan yang layak disuguhkan kepada orang lain,” kata Priyadi.

Bimbingan juga diberikan guru Bahasa Indonesia SMA Kanisius, Ignasius Arwanto, kepada Redaksi Canipress. Hanya saja, bimbingan untuk Canipress berhenti sejak tahun 2008 karena kesibukan sang guru.

”Biasanya mereka memang benar-benar berminat dalam bidang jurnalistik, jadi bukan karena diajak siswa lain. Mereka, kan, sudah mendapat pelajaran jurnalistik sejak SMP. Tetapi, sesekali juga gampang-gampang susah mengajari mereka, apalagi kalau ada yang belum pernah menulis,” ujar Arwanto.

Majalah sekolah merupakan hasil kreativitas MuDAers yang mesti berkembang. Suatu saat nanti, majalah sekolah bisa ”naik daun”, menjadi populer dan selalu dicari orang, terutama MuDAers. (SUSIE BERINDRA/ DAHLIA IRAWATI)

Sumber


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar