Wajar 12 Tahun Belum Layak Dimulai
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerhati
pendidikan Retno Listyarti mempertanyakan kelayakan pelaksanaan program
wajib belajar (wajar) 12 Tahun. Menurutnya, program rintisan Pendidikan
Menengah Universal (PMU) ini tak wajar untuk dimulai karena masih
menyisakan 'pekerjaan rumah' dalam program sebelumnya, wajib belajar 9
tahun.
"Menurut saya, pemerintah belum siap merintis wajar 12
tahun, mengingat program wajar 9 tahun masih belum tuntas. Program itu
hanya mengurangi angka melek huruf dan angka partisipasi kasarnya saja,
tetapi secara kualitas, pendidikan wajar 9 tahun masih jauh dikatakan
dari berkualitas," ucap Retno, kepada Kompas.com, Rabu (29/8/2012) sore.
Sekjen
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ini menegaskan, masih banyak
kepincangan yang diwariskan pemerintah dalam pelaksanaan program wajar 9
tahun. Bahkan, menurutnya pula, pendidikan dasar di dalam negeri masih
terbengkalai meski pemerintah telah mengklaim bahwa program wajar 9
tahun telah rampung secara kuantitatif dengan ditunjukkannya Angka
Partisipasi Kasar (APK) yang mencapai 98 persen.
"Yang perlu
diperhatikan adalah data mengenai kualitas pendidikan wajar 9 tahun.
Benar secara kuantitatif APK meningkat tapi perolehan data, dan apa saja
bagian yang harus di tingkatkan kualitasnya itu belum ada," katanya
meminta penyelesaian lebih lanjut soal kendala dan solusinya.
"Kalo
data-data tersebut sudah ada barulah meningkatkan program ke wajar 12
tahun. Jangan asal membuat program yang setengah hati dan hanya untuk
kepentingan politis semata," lanjutnya kemudian.
Pemerintah
sebenarnya masih mengakui bahwa masih banyak daerah tertinggal yang
memiliki APK di bawah 90 persen. Selain itu, pemerintah masih menerima
laporan beberapa daerah di kabupaten yang pendidikan dasarnya
terbengkalai. Namun, melalui program PMU, pemerintah optimistis dapat
menyelesaikan masalah pendidikan bangsa Indonesia untuk menjawab
tantangan dan kesiapan kerja di masa mendatang.
Namun, Retno
menilai, cita-cita pemerintah itu omong kosong. Pasalnya, dana yang
dialokasikan untuk pendidikan tinggi justru lebih besar daripada alokasi
dana untuk penuntasan wajar 9 tahun.
Sumber