Sekolah Terkendala Terapkan SKS

JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana penerapan pembelajaran dengan sistem kredit semester, terutama pada jenjang SMA sederajat, muncul seiring pemberlakuan Kurikulum 2013. Namun, sekolah-sekolah dinilai masih sulit menerapkannya.

Yurizal, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 79 Jakarta, Kamis (28/2/2013), mengatakan, idealnya penerapan pembelajaran dengan sistem kredit semester (SKS) butuh ruang kelas lebih banyak. Seharusnya, setiap ruangan dilengkapi fasilitas pendukung sesuai mata pelajaran, bukan sekadar ruangan kelas kosong.

”Anggapan SKS harus moving class membuat penerapan SKS yang dikenalkan ke SMA tak berjalan baik,” ujarnya.

SMAN 79 Jakarta dinilai berhasil menerapkan SKS. Sekolah ini hanya punya 18 ruang kelas. Idealnya untuk menerapkan SKS butuh 48 ruang kelas.

Dari pengalaman SMAN 79 Jakarta, implementasi SKS bisa diberlakukan. Sejak kelas X, siswa langsung memilih jurusan IPA dan IPS serta beban paket 28 SKS.

Maman Suwarman, guru SMKN 79 Jakarta, mengatakan, dengan kondisi ruang kelas yang tak ideal, penerapan SKS dengan kelas berpindah tak efektif. Waktu siswa terbuang sekitar 10 menit karena pindah kelas.

Menurut dia, tanpa kelas berpindah, sistem SKS bisa dilaksanakan. Siswa lebih cepat selesai jika mampu dapat nilai tinggi.

Sementara itu, Basyarudin, Kepala SMA Plus PGRI Cibinong, mengatakan, penggunaan SKS tetap diyakini menggunakan kelas berpindah. ”Itu menuntut ruang kelas banyak. Apakah semua sekolah sudah punya ruang kelas yang cukup? Ini yang membuat implementasi SKS terkendala,” ujarnya.

Penerapan SKS pada jenjang SMP/SMA sederajat sebenarnya ada pedoman dari Badan Standar Nasional Pendidikan. Beban belajar yang harus ditempuh siswa SMP/MTs minimal 102 SKS dan maksimal 114 SKS selama 6 semester. Untuk siswa SMA, beban
belajar minimal 114 SKS dan maksimal 126 SKS pada program IPA, IPS, Bahasa, dan Keagamaan. (ELN)

Sumber
Kompas Edukasi
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar