Kinerja Kepala Sekolah Rendah
JAKARTA, KOMPAS.com -
Kinerja kepala sekolah di jenjang TK dan SMA/SMK di berbagai daerah
sejak otonomi daerah dinilai memprihatinkan. Kenyataan ini akibat
penunjukkan kepala sekolah yang lebih didasarkan pada kepentingan
politik terkait dengan dukungan pada pemilihan kepala daerah
dibandingkan profesionalisme sebagai pemimpin sekolah.
Syawal
Gultom, Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan Kemendikbud, di Jakarta, Senin (23/7/2012),
mengatakan kepemimpinan kepala sekolah yang handal dapat mendorong
peningkatan mutu sekolah. Namun, dalam implementasi di daerah-daerah,
pemilihan kepala sekolah bukan didesain secara profesional, tetapi
bergantung keputusan politik pemerintah daerah pemenang pilkada.
Secara
terpisah, Siswandari, Kepala Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan
Kepala Sekolah (LP2KS), Kemendikbud, dalam acara Serah Terima Pengurus
Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) mengatakan, dalam pemilihan
kepala sekolah, standar yang ada seringkali diabaikan. Termasuk juga
calon-calon kepala sekolah yang sudah disiapkan sesuai standar nasional,
ternyata tidak dipilih menjadi kepala sekolah, karena terkait urusan
politik pilkada.
"Kenyataannya, kompetensi kepala sekolah
yang ada memprihatinkan," kata Siswandari yang juga pengajar di
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Berdasarkan pemetaan
kompetensi kepala sekolah di 31 provinsi, didapatkan bahwa kompetensi
sosial dan supervisi rendah. Kompetensi yang semestinya dimiliki setiap
kepala sekolah umumnya masih di bawah batas minimal kelulusan.
Dalam
penelitian kompetensi kepala sekolah ditetapkan batas minimal kelulusan
76. Hanya pada dimensi kompetensi kepribadian nilainya 85, tetapi
kompetensi manajerial dan wirausaha 74, supervisi 72, dan sosial 63.
"Untuk
kemajuan sekolah, butuh kepala sekolah yang kompetensinya di atas
rata-rata. Kalau cuma rata-rata, perbaikan di sekolah tidak terlalu
signifikan, baik untuk guru maupun siswa," ujar Siswandari.
Sumber