Sekolah sebagai Komunitas Belajar
“Satu kata yang terpenting adalah, Change! Dua kata
terindah di hati manusia, Terima Kasih. Tiga kata yang menghimpit di
hati, Negeriku Sulit Berubah. Empat kata yang membunuh, Negeriku Tidak
Bisa Berubah. Lima kata yang memanggil, Negeriku Butuh Aku untuk
Berubah. Banyak kata yang perlu diwaspadai, … Mereka yang Berubah-ubah
Terus dan Mereka yang Tak Mau Berubah Sama Sekali”
--Rheinald Kasali--
Sebuah sistem pendidikan yang sehat dan unggul selalu berusaha memahami perkembangan zaman dan memenuhi tuntutan-tuntutannya. Konsekuensinya, ada semangat perubahan yang diusung untuk menatap masa depan yang semakin tak terprediksi dan penuh tantangan. Sejatinya, sistem pendidikan perlu mengambil inisiatif untuk melakukan transformasi dan reformasi pendidikan.
Meminjam istilah pakar pendidikan, Mochtar Buchori, “reformasi pendidikan” adalah perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dalam sekolah kita tanpa mengubah fondasi dan struktur dari sistem yang ada sekarang ini. Sedangkan “transformasi pendidikan” adalah perubahan-perubahan yang lebih mendasar dan mendalam dalam sistem pendidikan kita, perubahan-perubahan yang menyentuh sendi-sendi (foundations), struktur, dan modus-modus operasi di sekolah-sekolah kita.
Perubahan-perubahan seperti ini mengubah wajah dan watak sekolah kita. Transformasi dari sistem pendidikan kita memerlukan waktu yang lama, dan akan merupakan akibat kumulatif dari langkah-langkah reformasi yang kita lakukan terhadap sekolah-sekolah kita.
“Apa yang dapat generasi kita lakukan untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang lebih unggul di masa depan?” Pertanyaan inilah hakikatnya yang harus dapat dijawab oleh sistem pendidikan kita dewasa ini.
Membangun komunitas belajar di kalangan praktisi pendidikan merupakan salah satu jawaban. Langkah pertama yang cukup strategis adalah mengembangkan komunitas belajar produktif di kalangan pendidik. Komunitas belajar inilah yang akan mendorong keniscayaan terjadinya sebuah perubahan-perubahan yang mengedepankan relevansi dengan tuntutan perkembangan terkini. Dengan mengokohkan semangat meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan kualitas personal dan profesional pendidik, maka diharapkan hal ini dapat berdampak besar terhadap pencapaian pengembangan sumber daya manusia masa depan yang lebih unggul.
Pertanyaannya, “Mengapa harus membangun sebuah komunitas belajar untuk mendorong suatu perubahan?”
Pertama, keterampilan hidup utama yang harus dimiliki dalam mengarungi kompetisi di abad 21 di antaranya adalah pemecahan masalah (problem solving) dan kerjasama (teamwork). Sistem sekolah idealnya mampu mewujudkan hadirnya pribadi-pribadi unggul pada diri siswa, pendidik, dan stakeholders yang terlibat di dalam komunitas sekolah tersebut secara menyeluruh. Keunggulan ini akan berdampak luar biasa jika dibangun di atas landasan keterbukaan terhadap pengalaman hidup, keterbukaan hati dan telinga, keterbukaan diri terhadap orang lain, keterbukaan terhadap kesepakatan (tidak mudah memilih konflik), dan keterbukaan terhadap tekanan-tekanan hidup (Costa & McRae, dalam Rheinald Kasali, 2007).
Kedua, ilmu pengetahuan hanya akan berkembang jika mengalami proses sinergi (pertukaran pengetahuan melalui diskusi) dalam sebuah komunitas. Setiap individu memiliki explicit knowledge yang bersifat subjektif dan individu. Ketika masing-masing individu melakukan sharing pengetahuan dalam komunitas, maka di sana akan terjadi proses saling memberi dan menerima ilmu, sehingga kepemilikan pengetahuan akan mengalami pergeseran dan setiap individu memiliki tacit knowledge yang lebih bersifat objektif dan memungkinkan memunculkan pengembangan ilmu baru. Praktisnya, ilmu menjadi semakin berkembang luas. Prinsipnya, learning is sharing, proses saling belajar bisa dilakukan lewat aktivitas berbagi gagasan & pengalaman hidup tentang banyak hal yang bermanfaat.
Ketiga, dalam sebuah analisisnya, Rheinald Kasali pernah menyatakan bahwa interaksi perilaku akan menghasilkan mutasi nilai-nilai dan pandangan-pandangan yang akhirnya membentuk belief dan personality. Lingkungan bisa memberikan pengaruh terhadap cara berpikir & berperilaku kita. Jadi, ketika kita bergabung dalam komunitas sekolah yang mencirikan etos kerja hebat, melayani stakeholders dengan hati, dan bersikap profesional, maka besar harapan akan terjadi individu-individu dalam komunitas sekolah tersebut yang memegang dan melaksanakan pelayanan publik prima.
Banyak kepala lebih baik daripada satu kepala, ibarat jika kita ingin mengambil keputusan hebat melalui musyawarah. Begitu pun jika ingin membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Perlu orang-orang hebat yang mengabdikan dirinya bagi pendidikan bangsa, bukan menjadikan pendidikan sebagai mata pencaharian sampingan. Kepala sekolah, guru, siswa, dan elemen pendidikan lainnya harus berusaha bertransformasi membangun kualitas diri.
Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Tidak ada sekat semu antara kepala sekolah dan guru. Bagi kepala sekolah, “Learning to lead and leading to learn”. Begitu pun bagi seorang guru, “Learning to teach and teaching to learn”. Perubahan harus diawali di lingkungan sekolah, kepala sekolah harus menjadi pemimpin efektif dalam mengawal manajemen perubahan, dan guru menghadirkan dirinya sebagai sosok inspiratif. Perubahan adalah akibat dari sebuah proses belajar yang sungguh-sungguh. Maka, ketika sistem sekolah kita tidak pernah berubah menjadi lebih baik, maka tanyakan kepada seluruh elemen sekolah, “Apakah Anda sudah benar-benar belajar?”
Asep Sapa'at
Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa
--Rheinald Kasali--
Sebuah sistem pendidikan yang sehat dan unggul selalu berusaha memahami perkembangan zaman dan memenuhi tuntutan-tuntutannya. Konsekuensinya, ada semangat perubahan yang diusung untuk menatap masa depan yang semakin tak terprediksi dan penuh tantangan. Sejatinya, sistem pendidikan perlu mengambil inisiatif untuk melakukan transformasi dan reformasi pendidikan.
Meminjam istilah pakar pendidikan, Mochtar Buchori, “reformasi pendidikan” adalah perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dalam sekolah kita tanpa mengubah fondasi dan struktur dari sistem yang ada sekarang ini. Sedangkan “transformasi pendidikan” adalah perubahan-perubahan yang lebih mendasar dan mendalam dalam sistem pendidikan kita, perubahan-perubahan yang menyentuh sendi-sendi (foundations), struktur, dan modus-modus operasi di sekolah-sekolah kita.
Perubahan-perubahan seperti ini mengubah wajah dan watak sekolah kita. Transformasi dari sistem pendidikan kita memerlukan waktu yang lama, dan akan merupakan akibat kumulatif dari langkah-langkah reformasi yang kita lakukan terhadap sekolah-sekolah kita.
“Apa yang dapat generasi kita lakukan untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang lebih unggul di masa depan?” Pertanyaan inilah hakikatnya yang harus dapat dijawab oleh sistem pendidikan kita dewasa ini.
Membangun komunitas belajar di kalangan praktisi pendidikan merupakan salah satu jawaban. Langkah pertama yang cukup strategis adalah mengembangkan komunitas belajar produktif di kalangan pendidik. Komunitas belajar inilah yang akan mendorong keniscayaan terjadinya sebuah perubahan-perubahan yang mengedepankan relevansi dengan tuntutan perkembangan terkini. Dengan mengokohkan semangat meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan kualitas personal dan profesional pendidik, maka diharapkan hal ini dapat berdampak besar terhadap pencapaian pengembangan sumber daya manusia masa depan yang lebih unggul.
Pertanyaannya, “Mengapa harus membangun sebuah komunitas belajar untuk mendorong suatu perubahan?”
Pertama, keterampilan hidup utama yang harus dimiliki dalam mengarungi kompetisi di abad 21 di antaranya adalah pemecahan masalah (problem solving) dan kerjasama (teamwork). Sistem sekolah idealnya mampu mewujudkan hadirnya pribadi-pribadi unggul pada diri siswa, pendidik, dan stakeholders yang terlibat di dalam komunitas sekolah tersebut secara menyeluruh. Keunggulan ini akan berdampak luar biasa jika dibangun di atas landasan keterbukaan terhadap pengalaman hidup, keterbukaan hati dan telinga, keterbukaan diri terhadap orang lain, keterbukaan terhadap kesepakatan (tidak mudah memilih konflik), dan keterbukaan terhadap tekanan-tekanan hidup (Costa & McRae, dalam Rheinald Kasali, 2007).
Kedua, ilmu pengetahuan hanya akan berkembang jika mengalami proses sinergi (pertukaran pengetahuan melalui diskusi) dalam sebuah komunitas. Setiap individu memiliki explicit knowledge yang bersifat subjektif dan individu. Ketika masing-masing individu melakukan sharing pengetahuan dalam komunitas, maka di sana akan terjadi proses saling memberi dan menerima ilmu, sehingga kepemilikan pengetahuan akan mengalami pergeseran dan setiap individu memiliki tacit knowledge yang lebih bersifat objektif dan memungkinkan memunculkan pengembangan ilmu baru. Praktisnya, ilmu menjadi semakin berkembang luas. Prinsipnya, learning is sharing, proses saling belajar bisa dilakukan lewat aktivitas berbagi gagasan & pengalaman hidup tentang banyak hal yang bermanfaat.
Ketiga, dalam sebuah analisisnya, Rheinald Kasali pernah menyatakan bahwa interaksi perilaku akan menghasilkan mutasi nilai-nilai dan pandangan-pandangan yang akhirnya membentuk belief dan personality. Lingkungan bisa memberikan pengaruh terhadap cara berpikir & berperilaku kita. Jadi, ketika kita bergabung dalam komunitas sekolah yang mencirikan etos kerja hebat, melayani stakeholders dengan hati, dan bersikap profesional, maka besar harapan akan terjadi individu-individu dalam komunitas sekolah tersebut yang memegang dan melaksanakan pelayanan publik prima.
Banyak kepala lebih baik daripada satu kepala, ibarat jika kita ingin mengambil keputusan hebat melalui musyawarah. Begitu pun jika ingin membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Perlu orang-orang hebat yang mengabdikan dirinya bagi pendidikan bangsa, bukan menjadikan pendidikan sebagai mata pencaharian sampingan. Kepala sekolah, guru, siswa, dan elemen pendidikan lainnya harus berusaha bertransformasi membangun kualitas diri.
Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Tidak ada sekat semu antara kepala sekolah dan guru. Bagi kepala sekolah, “Learning to lead and leading to learn”. Begitu pun bagi seorang guru, “Learning to teach and teaching to learn”. Perubahan harus diawali di lingkungan sekolah, kepala sekolah harus menjadi pemimpin efektif dalam mengawal manajemen perubahan, dan guru menghadirkan dirinya sebagai sosok inspiratif. Perubahan adalah akibat dari sebuah proses belajar yang sungguh-sungguh. Maka, ketika sistem sekolah kita tidak pernah berubah menjadi lebih baik, maka tanyakan kepada seluruh elemen sekolah, “Apakah Anda sudah benar-benar belajar?”
Asep Sapa'at
Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa
Sumber