SMKN 1 Surabaya: Menyediakan Konten Televisi
| Inggried Dwi Wedhaswary
Arsip SMKN 1 SURABAYA
Siswa Jurusan Broadcasting SMKN 1 Surabaya syuting film berjudul
Hari Baikmu beberapa waktu lalu. Siswa sekolah ini sudah menghasilkan
dua film pendek yang ditayangkan di stasiun televisi lokal dan nasional.
oleh Luki Aulia
KOMPAS.com - Program
keahlian Teknik Produksi Program Pertelevisian SMK Negeri 1 Surabaya
baru berusia enam tahun. Namun, para siswanya telah menghasilkan beragam
karya industri kreatif, seperti klip video musik, iklan komersial,
iklan layanan masyarakat, dan film pendek bertema pendidikan. Semangat memproduksi film kian tinggi setelah dua film pendek karya siswa ditayangkan di stasiun televisi lokal dan nasional. Dua karya film berjudul Rumah Hati Sukma dan Hari Baikmu sudah ditayangkan di TVRI Jawa Timur, Arek TV, Jogja TV, PJTV Bandung, dan Radar Cirebon TV, Januari dan Februari 2012.
Proses pembuatan kedua film bertema pendidikan itu tidak mudah. Proses yang alot dan memakan waktu lama terjadi saat praproduksi. Seperti Rumah Hati Sukma yang berdurasi 24 menit, untuk proses praproduksi saja butuh waktu dua bulan. ”Yang lama, diskusi ide dan perencanaan. Semua harus didiskusikan dan disepakati bersama karena ini kerja tim,” kata Dian Fitria Suci Ariska, siswa kelas XII yang menjadi asisten sutradara film itu.
Proses produksi setiap film, kata Kepala Program Teknik Produksi Program Pertelevisian Purwanto Eko, sebenarnya rata- rata hanya butuh satu minggu. Proses praproduksi menjadi lama karena siswa dibiasakan membahas ide dan perencanaan bersama-sama. ”Menyamakan persepsi itu yang lama. Kalau perencanaan matang, produksi dan pascaproduksi lancar,” ujarnya.
Setiap siswa diharapkan memahami proses produksi dari awal hingga akhir mengingat SMK tetap institusi pembelajaran dan bukan industri. Meski harus tahu semua, menurut Rereawan, siswa kelas XII yang menjadi asisten sutradara film Hari Baikmu, setiap siswa lama- kelamaan memiliki ketertarikan pada bidang tertentu.
”Kami semua bisa memegang kamera sampai mengedit, tetapi masing-masing sudah punya keinginan menekuni satu bidang. Ada teman yang mahir sebagai kamerawan, ada yang mahir mengedit,” kata Rereawan.
Bagi Dian, selain praproduksi, seleksi calon pemain juga merupakan tahapan yang sulit. ”Kami harus mencari pemain yang sesuai dengan karakter tokoh dalam film,” kata Dian yang sudah membuat lima film pendek, satu iklan komersial, dan satu klip video musik itu.
Syuting film Rumah Hati Sukma selama empat hari, misalnya, membutuhkan tim beranggotakan setidaknya 15 orang, termasuk guru.
Amirul, siswa kelas XII, yang bertanggung jawab pada urusan artistik, seperti kostum dan tata rias, pun tidak kalah repot. Sebelum syuting, ia harus mencari dan memilih kostum pemain.
Berkat keahliannya pada tata rias, Amirul berhasil menyulap wajah Soca Rahmadhani (pemeran Sukma dalam Rumah Hati Sukma) menjadi wajah siswa SD. Padahal, Soca sebenarnya siswa kelas X.
Kedua film pendek karya siswa itu ditayangkan utuh di TVRI, tetapi di stasiun televisi lain dipotong menjadi 2-3 bagian karena ada porsi untuk iklan. Sekolah ataupun siswa tidak mendapat bagian dari hasil perolehan iklan. ”Yang penting, siswa bisa belajar membuat film dan dapat kesempatan ditayangkan di televisi. Lagi pula, tujuan kegiatan ini untuk pembelajaran,” kata Purwanto.
Televisi lokal
Program keahlian Teknik Produksi Program Pertelevisian atau broadcasting dibuka tahun 2006 tepat ketika stasiun televisi lokal dan nasional serta rumah produksi tumbuh dan berkembang subur di Jawa Timur. Itu pula yang menurut Kepala SMK Negeri 1 Surabaya Sugiyono kemudian menjadikan broadcasting sebagai program keahlian favorit. Padahal, sekolah yang dahulu bernama Sekolah Dagang Menengah DR Soetomo Surabaya dan didirikan tahun 1949 ini awalnya fokus pada bidang administrasi perkantoran dan penjualan.
Mengikuti perkembangan teknologi, sekolah ini lalu membuka program keahlian teknologi informasi dengan fokus broadcasting, rekayasa perangkat lunak, dan desain komunikasi visual. Untuk praktik siswa, sekolah ini telah mengelola stasiun televisi komunitas bernama TV Edukasi Surabaya jauh sebelum stasiun televisi lokal dan nasional menjamur. Televisi komunitas yang sepenuhnya dioperasikan siswa ini ada di saluran 92,7 UHF dan mengudara setiap hari pukul 09.00-16.00.
Produksi film pendek lalu menarik perhatian masyarakat, bahkan pemerintah, setelah para siswa memenangi Festival Film Pelajar Indonesia II, program tahunan yang diselenggarakan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Juni 2011. Film berjudul Unpredictable meraih gelar Terbaik II untuk kategori Fiksi (live action). Dian yang menyutradarai film itu pun meraih predikat Sutradara Terbaik dan mendapat beasiswa kuliah di IKJ.
Berkat prestasi itu, kata Purwanto, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan block grant Rp 700 juta untuk pembelian peralatan produksi film, seperti kamera profesional, lampu, dan alat mengedit. Semua peralatan ini, terutama jimmy jib dan dolly track, bisa dipinjamkan ke SMK lain. Bahkan, sekolah ini pun bersedia memberikan pelatihan penggunaan alat kepada para guru SMK di Jawa Timur.
Karena terbiasa praktik, mayoritas lulusan diterima kerja di stasiun televisi, baik di Surabaya maupun Jakarta.
Jam terbang
Untuk menambah jam terbang siswa, sekolah memperbolehkan siswa meminjam peralatan sekolah untuk mengerjakan proyek atau pesanan pihak luar. Banyak siswa yang kerap menerima pesanan dokumentasi prosesi pernikahan. Seperti halnya Indra Adiguna, siswa kelas XII spesialis editor. Informasi dari mulut ke mulut membuat Indra kerap kebanjiran pesanan mengedit rekaman video pernikahan. Harga yang dipatok bergantung pada siapa kliennya, berkisar Rp 350.000- Rp 600.000.
Bagi Purwanto, banyaknya pesanan yang diterima siswa itu justru akan semakin mengasah keterampilan siswa. Selain itu, sekolah juga terbantu karena bisa menekan biaya produksi praktik siswa.
http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/27/09184378/SMKN.1.Surabaya.Menyediakan.Konten.Televisi