Getar Semangat dari "Sekolah Kuburan"
Indra | Latief |
INDRA
Awalnya, lantai ruangan kelas ini hanya beralaskan terpal dan
menggunakan ruang kosong di sebuah pemakaman sebagai tempat belajar
mengajar.
Kami ingin mengubah ketertarikan masyarakat terhadap
sekolah ini bukan karena prihatin, tetapi tertarik dengan prestasi kami.
-- Dedi Supriyadi
Kini, ia mengaku berbangga hati karena telah bisa mengubahnya menjadi sekolah yang bisa bersaing menyajikan pendidikan dengan sekolah lain. Saat ini, meski hanya berbekal keringanan tangan dari ratusan donatur, SMP Akademia telah mempunyai empat lokal kelas dan satu ruang guru yang lebih layak.
Dedi mengatakan, tenaga pengajar di sekolah ini bukan guru honorer yang dibiayai pemerintah. Semua guru di "sekolah kuburan" ini adalah para sukarelawan dari sekitar wilayah Citeureup. Para guru itu secara sukarela mengajar tanpa diberi sepeser pun sebagai gaji.
"Karena para siswa tidak dipungut biaya sepeser pun, gratis," kata Dedi.
Ia mengakui, tahun-tahun yang lalu memang sangat memprihatinkan. Sekarang, sekolah tersebut sudah berbalik arah menjadi 180 derajat.
"Kami ingin mengubah ketertarikan masyarakat terhadap sekolah ini bukan karena prihatin, tetapi tertarik dengan prestasi kami," kata Dedi, Sabtu (16/4/2011) di Bogor.
Ia merasa, di tengah keprihatinan masyarakat terhadap dinamika dunia pendidikan nasional saat ini, semangat mendidik harus terus dikobarkan. Oleh karena itu, lanjut Dedi, ia bersama para sukarelawan guru berusaha keras mengenalkan prestasi anak didik "sekolah kuburan" ini kepada masyarakat.
"Prinsip kami jelas, tak ada alasan untuk tidak menjadi hebat. Itulah yang terus kami tanamkan dalam benak siswa," lanjut Dedi.
Sumber
KOMPAS