Tak Ada Cerita Sekolah Bagus Itu Murah...

Indra Akuntono | Inggried Dwi Wedhaswary |

 
JAKARTA, KOMPAS.com — Penyelenggaraan sekolah dengan label Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) membuat pemerintah merasa serba salah, khususnya mengenai pembiayaan. Ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi wajib memenuhi amanat undang-undang (UU), di sisi lainnya pemerintah juga dituntut mengelola pendidikan dengan asas berkeadilan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, jika pemerintah membiayai RSBI secara penuh maka dikhawatirkan itu akan menimbulkan rasa "cemburu" dari sekolah lain yang levelnya berada di bawah RSBI. Menurutnya, biaya mahal merupakan konsekuensi dari pendidikan yang lebih berkualitas.

Ditambah salah, dikurangi salah, dihentikan makin salah. Bagus, mahal itu jelas. Tak ada cerita sekolah bagus itu murah, dan untuk RSBI kita subsidi setengahnya
-- Mohammad Nuh
"Ditambah salah, dikurangi salah, dihentikan makin salah. Bagus, mahal itu jelas. Tak ada cerita sekolah bagus itu murah, dan untuk RSBI kita subsidi setengahnya," ujar Nuh, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (2/2/2012) malam.

Anggota Komisi X DPR M Nasrudin mengatakan, sesuai amanat UU, pemerintah harus membiayai secara penuh pendidikan di jenjang pendidikan dasar (SD/SMP), termasuk di dalamnya sekolah reguler dan RSBI.

Oleh karena itu, kata Nasrudin, tidak dibenarkan jika kemudian masyarakat dilibatkan membiayai operasional sekolah pada jenjang pendidikan dasar. Hal ini tak terkecuali bagi SD dan SMP berstatus RSBI.

"Prinsip awalnya itu. RSBI atau tidak, kalau jenjang SD/SMP tentu harus dibiayai APBN. Kecuali untuk jenjang SMA, karena UU tidak secara tegas manyampaikan, maka sekolah masih boleh memungut biaya dari masyarakat," kata Nasrudin, Rabu (1/2/2012) malam, di Gedung DPR, Jakarta.

Namun, Nasrudin mengungkapkan, perlu ada evaluasi terhadap kualitas seluruh sekolah berlabel RSBI. Tidak menutup kemungkinan untuk efisiensi anggaran, RSBI yang dinilai memiliki standar rendah akan dicabut label RSBI-nya.

"Harus ada evaluasi. Mungkin juga disederhanakan, dibatasi, dan menunda menambah sekolah RSBI karena ini terkait dengan mutu dan kemampuan daerah," ujarnya.

Sebelumnya, anggota Komisi X DPR, Tubagus Dedi Gumelar, mengatakan, pemerintah harus mampu membuat kebijakan pendidikan yang berkeadilan. Ia menilai, kebijakan pendidikan saat ini masih menciptakan disparitas di tengah masyarakat. Salah satu indikatornya adalah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).

Ia menjelaskan, pemerintah memberikan perhatian yang berbeda karena cenderung mengeksklusifkan RSBI. Berdasarkan pemantauannya, seluruh sekolah yang berlabel RSBI memiliki sarana dan tenaga pendidik kelas satu. Di lain sisi, sekolah dengan standar di bawahnya hanya menyelenggarakan pendidikan dengan sarana dan tenaga pendidik seadanya.
"Harusnya semua memiliki standar yang sama dengan RSBI. Guru yang sarjana, serta sarana dan prasarana yang sama. Kalau tidak, itu namanya diskriminatif," kata Dedi.

http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/02/13045764/Tak.Ada.Cerita.Sekolah.Bagus.Itu.Murah.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar