Pemerintah Bersikeras Pertahankan RSBI


foto
Protes soal program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta (10/6). TEMPO/ Seto Wardhana

TEMPO.CO, Surakarta - Keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) digugat masyarakat. Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi dasar munculnya RSBI.

Sementara Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto menegaskan keberadaan RSBI harus dipertahankan. “Kalau judicial review pasal 50 dikabulkan MK, maka RSBI akan hilang. Dan semua kerja keras selama ini menjadi sia-sia,” ujar Suyanto di sela The 3rd National Science Olympiad SMP RSBI 2012 di Surakarta, Selasa 14 Februari 2012.

Dia menilai keberadaan RSBI sangat penting karena bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Menurutnya, sebuah institusi pendidikan bisa dibedakan menurut fasilitas pelayanan pendidikan, yaitu ada yang standar pelayanan minimal, standar nasional, RSBI dan terakhir SBI.

Karenanya, dia meminta semua pihak meyakinkan kepada masyarakat tentang pentingnya RSBI. Seluruh pemangku kepentingan seperti pemerintah, kepala sekolah, guru, hingga siswa, menurutnya, punya tanggung jawab yang sama untuk mempertahankan eksistensi RSBI.

Apalagi, tambahnya, keberadaan RSBI merupakan amanat UU Sistem Pendidikan Nasional. “RSBI juga tidak tertutup bagi siswa miskin tapi berprestasi. Buktinya ada kuota 20 persen untuk siswa miskin,” katanya.

Meskipun bersikeras mempertahankan RSBI, Suyanto tidak bisa menjawab soal kapan akhirnya RSBI berubah menjadi SBI. Menurutnya, peningkatan status dari RSBI menjadi SBI tidak bisa tiba-tiba dan harus dikondisikan. “Tidak bisa besok atau lusa jadi SBI,” ucapnya.

Pihaknya, kata Suyanto, tidak bisa mematok kapan sebuah sekolah harus menjadi SBI, mengingat dengan menjadi SBI berarti harus siap bersaing di tingkat internasional. “Tapi jika dalam 7 tahun tidak bisa menjadi SBI, sekolah itu akan dikembalikan menjadi SSN (sekolah standar nasional),” dia menegaskan.

RSBI pertama kali muncul pada tahun ajaran 2006/2007. Saat ini dari sekitar 150 ribu sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan di Indonesia, baru 1.125 yang berstatus RSBI. Suyanto mengatakan jumlah sekolah RSBI tidak perlu banyak-banyak, asalkan berkualitas.

Terkait pengelolaan RSBI, dia mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, RSBI semestinya dikelola pemerintah provinsi. “Tapi ada yang sudah siap, ada yang belum,” katanya.

Wali Kota Surakarta Joko Widodo tidak mempermasalahkan pengelolaan RSBI. Menurutnya, yang penting asas kemanfaatan dalam pengelolaan. “Mana yang lebih bermanfaat, itu yang dipilih. Mau dikelola siapa pun, tidak masalah,” katanya.

Di Surakarta terdapat beberapa sekolah RSBI, misalnya SD Cemara Dua, SMP 1 dan SMP 4, SMA 1, SMA 3, SMA Batik, SMA MTA, dan SMA Regina Pacis. Kemudian SMK 2, SMK 4, SMK 5, dan SMK 6.

UKKY PRIMARTANTYO

http://www.tempo.co/read/news/2012/02/14/079383936/Pemerintah-Bersikeras-Pertahankan-RSBIhttp://www.tempo.co/read/news/2012/02/14/079383936/Pemerintah-Bersikeras-Pertahankan-RSBI
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar